Suara.com - Palang Merah Indonesia (PMI) mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat terdampak gempa bumi di Myanmar yang terjadi pada Jumat, 28 Maret 2025.
Bantuan ini merupakan bagian dari solidaritas kemanusiaan Indonesia dalam membantu korban bencana di negara tetangga.
Bantuan Kemanusiaan dari PMI
PMI mengirimkan berbagai kebutuhan mendesak bagi para korban gempa, yang terdiri dari:
- 5.000 unit sarung
- 500 buah selimut
- 500 unit kantong jenazah
- 500 unit hygiene kit
- 500 unit terpal
Baca Juga: Bantu Korban Gempa Myanmar, Menlu Bakal Kirim Bantuan Besok
Seluruh barang bantuan tersebut memiliki total berat sekitar 7 ton dan bernilai sekitar Rp800 juta.
Bantuan ini telah dipersiapkan dari Gudang Regional PMI di Banten dan akan diberangkatkan bersama dengan bantuan dari Pemerintah Indonesia.
Pengiriman bantuan dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 3 April 2025, dari Bandara Soekarno-Hatta menggunakan pesawat kargo menuju Nay Pyi Taw, Myanmar.
Saat ini, seluruh barang bantuan telah berada di area kargo bandara dan siap untuk diberangkatkan.
Selain bantuan berupa barang, PMI juga telah menyalurkan dana kemanusiaan sebesar 100 ribu dolar AS kepada Palang Merah Myanmar untuk membantu pemulihan pascagempa.
Komitmen PMI dalam Bantuan Kemanusiaan
Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla, menegaskan bahwa bantuan ini merupakan wujud nyata komitmen PMI dalam membantu masyarakat yang terdampak bencana tanpa melihat batas wilayah.
“PMI terus berkomitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat yang membutuhkan, baik di dalam maupun luar negeri. Bantuan ini adalah wujud solidaritas Indonesia untuk saudara-saudara kita di Myanmar yang tengah menghadapi situasi sulit akibat gempa bumi,” ujar Jusuf Kalla.
Selain pengiriman bantuan barang, PMI juga berencana mengirimkan personel kemanusiaan.
Termasuk Tim WATSAN (Water and Sanitation) serta tenaga bantuan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Pengiriman personel ini akan dikoordinasikan bersama Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta Palang Merah Myanmar.
Rekening Kemanusiaan untuk Donasi
Sebagai bentuk kepedulian, PMI juga membuka penggalangan dana bagi masyarakat yang ingin turut serta membantu korban gempa di Myanmar.
Donasi dapat disalurkan melalui rekening resmi PMI sebagai berikut:
- Bank Rakyat Indonesia (BRI):0390-01-000318-30-3 atas nama Palang Merah Indonesia
- Bank Central Asia (BCA): 206-3003344 atas nama Kantor Pusat PMI
- Bank Mandiri: 070-00-17172011 atas nama Palang Merah Indonesia
PMI berharap bantuan ini dapat meringankan penderitaan masyarakat Myanmar yang terdampak gempa.
Serta mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama-sama memberikan dukungan bagi mereka yang membutuhkan.
Korban Warga Muslim
Sekitar 700 warga Muslim dilaporkan berada di antara ribuan orang yang tewas akibat gempa besar bermagnitudo 7,7 di Myanmar pada Jumat (28/3) lalu, demikian menurut organisasi Islam setempat.
Gempa tersebut mengguncang Myanmar pada Jumat siang, bertepatan dengan waktu Shalat Jumat.
Ketika warga Muslim Myanmar yang bukan berasal dari etnis Rohingya berhimpun di masjid-masjid.
The Irrawaddy, situs media yang dijalankan eksil Myanmar di Thailand, melaporkan pada Senin bahwa 60 masjid di Mandalay dan Sagaing, wilayah yang terdampak paling parah akibat gempa, hancur.
Mengutip informasi dari organisasi Islam Spring Revolution Myanmar Muslim Network, The Irrawaddy menyebut sebagian besar masjid yang runtuh akibat gempa dibangun pada abad ke-19.
Selain di Mandalay dan Sagaing, masjid-masjid di kawasan Naypyitaw, Pyinmana, Pyawbwe, Yamethin, Thazi, Meiktila, Kyaukse, dan Paleik, juga dilaporkan mengalami kerusakan.
“Kami memperkirakan jumlah korban akan tinggi karena gempa bumi melanda saat Shalat Jumat, dan terlebih saat itu masih bulan Ramadhan. Kami belum punya jumlah yang pasti, tapi kami tahu jumlahnya mencapai ratusan,” kata Ko Shaki, sebagaimana laporan media itu.
Sekurangnya 18 masjid di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, rusak, ucap dia, sembari menambahkan bahwa masjid-masjid berusia ratusan tahun tersebut sama sekali belum pernah direnovasi.
“Kami tidak diizinkan melakukan perbaikan dan pemeliharaan masjid di masa pemerintahan terdahulu,” tutur Ko Shaki.
Dia juga menyoroti adanya andil kelompok ultranasionalis yang dibekingi militer Myanmar, Asosiasi Perlindungan Ras dan Agama (Ma Ba Tha), dalam menghasut sentimen anti-masjid di negara itu.
Pada 2017, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan peringatan soal memburuknya kondisi masjid-masjid bersejarah di Myanmar dan menyoroti adanya penolakan atas pemeliharaan rutin masjid.
Meski mencantumkan jumlah biara yang rusak dalam laporan dampak gempa, junta Myanmar sama sekali tidak menuliskan masjid pada daftar tersebut.
Dilaporkan juga bahwa tim penyelamat yang diterjunkan junta Myanmar tidak melakukan operasi penyelamatan di masjid-masjid yang runtuh.