Suara.com - Peningkatan kunjungan wisata di Kabupaten Badung, Bali kini menjadi suatu anomali.
Hal ini karena kunjungan wisatawan mancanegara yang tercatat di pusat wisata di Bali itu ternyata tidak sebanding dengan data resmi yang tercatat.
Masalah ini pun menjadi polemik bagi Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa.
Ia pun menaruh perhatian serius terhadap fenomena yang disebut sebagai wisatawan siluman di Bali ini.
“Banyak tamu yang menginap di villa, tapi tidak terdeteksi dalam data kunjungan resmi. Ini bisa menjadi potensi kebocoran pendapatan daerah,” tegas Adi Arnawa di Puspem Badung, Selasa sore (8/4/2025) sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.
Menurutnya juga banyak wisatawan yang memilih menginap di vila bodong alias illegal dan tak tercatat dalam sistem perizinan dan pajak daerah.
Hal ini membuat Pemkab Badung akan menggandeng perangkat desa untuk mendata dan menertibkan.
Sebagai langkah awal, akan dilakukan pengecekan legalitas setiap usaha akomodasi.
“Kalau sudah punya NPWP, otomatis mereka menjadi bagian dari sistem perpajakan. Tapi kalau tidak, inilah yang menjadi masalah. Ini tantangan nyata bagi kita,” ungkapnya.
Baca Juga: Menghabiskan Libur Lebaran dengan Berwisata ke Lighting Art Kota Tua Jakarta
Selain soal legalitas, hal lain yang juga disorot adalah soal kualitas wisatawan yang datang.
Ia mencurigai sebagian wisatawan menginap di kos atau penginapan tidak resmi karena alasan harga.
“Ini tantangan kita menuju quality tourism. Jangan sampai kita hanya ramai, tapi kontribusinya terhadap daerah minim karena sistemnya bocor,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya membangun sistem pariwisata yang lebih tertib dan terintegrasi, agar semua jenis akomodasi, baik hotel maupun villa, bisa memberikan kontribusi adil terhadap pendapatan daerah.
Sebelumnya Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace juga menyoroti anomali wisatawan asing di Bali ini.
Hal ini karena menurut pengamatannya, data kedatangan wisatawan asing dan tingkat okupansi tak sebanding.
Karena PHRI memandang jika dilihat dari jumlah wisatawan asing yang datang yaitu 1,9 juta selama Januari dan Februari berdasarkan data imigrasi, maka semestinya okupansi tidak serendah sekarang.
Kendati belum terjadi lonjakan penyewaan kamar, Cok Ace melihat bukan berarti wisatawan sepi di Bali.
“Data imigrasi 1,9 juta secara proxy, atau katakanlah 1,5 juta wisman, dibanding 800 ribu tahun lalu itu hampir dua kalinya sekarang, jadi kemana mereka (wisatawan), okupansi hotel terjadi penurunan jadi ini indikasi hotel dan vila baru di luar pengetahuan kita yang sangat banyak,” ujarnya, Rabu (26/3/2025).
Diduga Cok Ace telah terjadi kebocoran karena banyaknya vila-vila bodong alias liar yang dikelola orang asing.
Ia menyebut pangsa pasarnya pun mengambil semua segmen sehingga menjadi pesaing akomodasi berizin.
Menjamurnya vila tak berizin lengkap ini menurutnya juga dipengaruhi kecilnya syarat investasi asing yaitu Rp10 miliar.
“Karena melihat tentang investasi di Indonesia termasuk Bali dan besarnya jaminan second home visa terlalu murah sekali untuk ukuran Bali. Mungkin itulah pendorongnya kenapa orang asing berlomba-lomba berinvestasi di Bali yang pada akhirnya menyebabkan turunnya okupansi hotel,” katanya.
Selain itu adanya penurunan okupansi secara global kata dia mencapai 10 persen.
“Bahkan beberapa hotel ada jauh turunnya sampai 20 persen,” katanya.
Aturan Baru
Sementara itu di Bali saat ini sedang diberlakukan aturan baru untuk wisatawan asing.
Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan pedoman baru bagi turis asing yang berkunjung ke Pulau Dewata. Peraturan ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2025 yang diterbitkan Gubernur Bali, Wayan Koster.
Satu diantara aturan tersebut adalah mengharuskan turis menggunakan akomodasi resmi yang ada di Bali dan sesuai standar serta menggunakan pemandu wisata berlisensi.