Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengutuk keras soal pembubaran paksa aksi damai koalisi masyarakat sipil dalam menolak perubahan UU TNI.
Pasalnya, para peserta aksi yang mendirikan tenda di belakang Gedung DPR RI diusir paksa bahkan sempat dimasukan ke mobil aparat kepolisian. Meski pada akhirnya para peserta aksi tersebut kembali dipulangkan.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andrie Yunus menyampaikan pembubaran paksa yang berujung dengan aksi penangkapan ini bententangan dengan UUD 1945.
Yunus mengaku, jika aksi Piknik Melawan ini merupakan suatu bentuk dalam penyampaian pendapat dan berekspresi.
“Kami mengutuk keras tindakan pembubaran paksa dan penangkapan paksa terhadap masa aksi Piknik Melawan oleh anggota kepolisian. Piknik melawan adalah bentuk penyampaian hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang di dilindungi serta dijamin oleh undang-undang dasar 1945,” kata Andrie, saat dihubungi Suara.com, Selasa (15/4/2025).
Seharusnya, kata Andrie, polisi merupakan alat negara yang bertugas sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Bukan malah menjadi alat penguasa yang justru malah meredam aspirasi rakyat.
“Sudah sepatutnya Polri sebagai alat negara memberikan perlindungan,” katanya.
Andrie juga menyoroti adanya tindakan exsesive use of force atau penggunaan kekuatan berlebihan dalam membubarkan aksi damai lewat Piknik Melawan. Pasalnya, warga sipil yang ikut dalam aksi hanya sekitar 10-15 orang.
Sementara kekuatan dari pihak kepolisian berjumlah berkali-kali lipat dari jumlah peserta aksi. Bahkan dalam video yang viral di akun sosial media X, terlihat petugas menggunakan pagar yang terbuat dari besi yang dipergunakan sebagai tameng.
Baca Juga: Padahal Sudah di Meja Presiden, Ini Alasan Prabowo Belum Juga Teken UU TNI
“Kami menyoroti adanya tindakan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh Polri. Para warga yang turut terlibat dalam piknik jumlahnya tidak lebih dari 10-15 orang, akan tetapi polisi yang datang kami taksir lebih dari 50 pasukan. Ini menyalahi prinsip proporsionalitas dalam pengerahan kekuatan,” beber dia.
Dibubarkan Pamdal
![Puluhan massa aksi demonstrasi yang menolak UU TNI, menggelar di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya. [SuaraJatim/Dimas Angga]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/10/50930-puluhan-massa-aksi-demonstrasi-yang-menolak-uu-tni.jpg)
Sejumlah masyarakat yang menggelar aksi damai dengan mendirikan tenda di pintu belakang gerbang belakang Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta dibubarkan pada Selasa (8/4/2025) sore. Mereka dibubarkan oleh Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR RI.
Untuk diketahui, mereka yang menggelar aksi mendirikan tenda itu sudah bertahan sejak Senin (7/4) kemarin. Mereka salah satunya menuntut UU TNI yang baru disahkan agar bisa dibatalkan.
Berdasarkan informasi yang diterima Suara.com, mereka akhirnya mendapatkan pengusiran dimulai sejak pukul 15.00 WIB sore. Kemudian sejumlah Pamdal memaksa meminta massa bergeser dari pintu gerbang Gedung DPR RI.
"Yang tadi pertama jam tiga jam tiga reach out ini 'jangan pakai tenda dong merusak'. Kayaknya sejam kemudian mereka buka gerbang langsung nyelonong ambilin semua. Bahkan kayak beberapa kayak alat (diambil, semua kocar kacir lah tenda terus tas tas," kata Abdul Gofar salah satu perwakilan massa.
Abdul menyampaikan aksi Pamdal yang melakukan pembubaran paksa ini memperlakukan massa yang menggelar aksi seperti menggusur pedagang kaki lima.
"Tidak ada penjelasan mengapa mereka menggusur paksa teman-teman," ujarnya.
Ia pun menyayangkan adanya aksi tersebut. Sebelumnya juga mereka sempat didatangi Polisi dan Satpol PP yang meminta mereka untuk pindah.
"Beberapa kali polisi dengan satpol pp komunikasi duluan bilang bahwa mereka keberatan ada penyampaian pendapat pake tenda tenda jadi argumen mereka pertama boleh menyampaikan pendapat tapi jangan pakai tenda. Alasannya itu merusak pemandangan gitu loh," katanya.
Ia mengatakan, jika pihaknya sangat menyayangkan mengapa aksinya bisa dibubarkan. Padahal mereka menggelar aksi dengan damai walaupun mereka menggelar aksi sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah dan DPR.
"Iya ini pendapat salah satu warga ini citizen camp ini model model yg bagus jadi kalau yang saya tangkap ini lanjutan setelah masyarakat banyak dikecewakan pemerintah baik legislatif eksekutif yudikatif ada pengesahan RUU TNI misalnya sekarang rame lagi ruu kuhap ada RUU Polri jadi ya ini kayak kristilalisasi kami kecewa," pungkasnya.
Geruduk DPR
Sebelumnya aksi geruduk Gedung DPR RI kembali mencuat selepas libur panjang Lebaran Idul Fitri 2025. Bahkan, massa pendemo yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil rela mendirikan tenda untuk menginap di depan Gedung parlemen demi mendesak DPR dan pemerintah untuk mencabut Undang-Undang TNI yang baru disahkan belum lama ini.
Berdasar pantauan Suara.com, deretan tenda tampak berjejer di pintu gerbang Gedung DPR RI tepatnya pintu Gerbang Pancasila, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Setidaknya tiga tenda yang didirikan para pendemo di depan persis pintu masuk belakang Gedung DPR RI. Mereka tampak bersantai di dalam tenda dan juga menggelar karpet terlihat juga sambil membaca buku-buku.
"Kalau untuk aksi kami baru mulai dari tadi pagi, kami (datang sejak) subuh. Kami dari kolektif masyarakat sipil biasa aja, enggak terikat dari aliansi manapun. Dan untuk tuntutannya, kami ingin membatalkan rantangan undang-undang TNI yang sudah disahkan," kata Perwakilan koalisi masyarakat sipil, Al saat ditemui di lokasi pada Senin.
"Prioritas, skala prioritasnya di situ, karena walaupun masih banyak isu yang masih dijawab kan, tapi kami ingin membatalkan Undang-Undang TNI," sambungnya.