Seleksi Administrasi Lolos, ICW Minta KY Tak Meloloskan Nurul Ghufron Sebagai Calon Hakim Agung

Jum'at, 25 April 2025 | 10:20 WIB
Seleksi Administrasi Lolos, ICW Minta KY Tak Meloloskan Nurul Ghufron Sebagai Calon Hakim Agung
Eks Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. (Suara.com/Dea)

Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi seleksi hakim agung oleh Komisi Yudisial (KY) yang meloloskan Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam seleksi administrasi.

Selain itu, Ghufron juga menjadi salah satu dari 69 nama calon hakim agung yang akan ditempatkan di kamar pidana.

Namun, ICW menilai lolosnya Nurul Ghufron ini menjadi persoalan lantaran pernah dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK perihal intervensi yang dilakukan untuk mutasi pegawai Kementerian Pertanian.

Menurut ICW, pemilihan hakim agung semestinya menjadi pintu masuk krusial untuk membenahi Mahkamah Agung (MA) dari praktik mafia peradilan. Dengan begitu, integritas calon hakim harusnya dinilai sejak tahap administrasi, termasuk rekam jejaknya.

“Berdasarkan catatan ICW, 2 dari 29 hakim yang pernah terjerat kasus korupsi merupakan hakim agung, yaitu Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati. Bahkan, Gazalba Saleh diadili dua kali dalam kasus korupsi,” demikian bunyi dari keterangan tertulis ICW, dikutip Jumat (25/4/2025).

ICW menegaskan MA merupakan pengadilan negara tertinggi yang memiliki fungsi tidak hanya memeriksa perkara, tapi juga berfungsi sebagai pengawas peradilan di bawahnya.

MA juga memiliki fungsi pengaturan yang berkaitan dengan hukum acara dan penafsiran hukum.

Untuk itu, ICW menegaskan MA harus lepas dari segala potensi konflik kepentingan yang dapat mengganggu independensinya.

Adapun persyaratan untuk menjadi hakim agung diatur dalam Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2025 di mana Pasal 6 ayat 2 yang mengatur mengenai persyaratan administrasi calon hakim agung nonkarier hanya mensyaratkan tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin, bukan sanksi etik. Dengan begitu, ICW menilai Nurul Ghufron diloloskan karena tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin.

Baca Juga: Hotman Paris Serang Balik Rekaman CCTV yang Jadi Bukti Perselingkuhan Paula: Harus Ada Bukti Zina!

Komisi Yudisial seharusnya mengatur pula mengenai penjatuhan sanksi etik dalam tahap administrasi, sebab sanksi etik juga menjadi perhatian utama dalam menyaring calon hakim agung yang berintegritas,” ujar ICW.

Menurut mereka, lolosnya Nurul Ghufron kontraproduktif dengan cita-cita penegakan hukum. Sebab, lanjut ICW, hakim agung tidak hanya bertugas untuk menegakan keadilan, tetapi juga berperan sebagai reformasi dan pembaharuan hukum.

ICW menyebut penyalahgunaan wewenang yang pernah dilakukan Ghufron sehingga membuatnya dinyatakan melanggar etik oleh Dewas KPK seharusnya menjadi dasar bagi KY untuk tidak meloloskan Ghufron.

“Oleh sebab itu, ICW mendesak Komisi Yudisial agar tidak meloloskan lebih lanjut Nurul Ghufron sebagai Calon Hakim Agung,” tegas ICW.

Selain itu, ICW juga meminta KY untuk meninjau secara teliti rekam jejak dan integritas calon lain yang sudah lolos administrasi serta memperbaiki Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2025 dengan menyertakan pelanggaran etik sebagai syarat administrasi bagi calon hakim agung nonkarier.

KY juga dinilai harus menyediakan kanal informasi bagi publik mengenai calon hakim dalam rangka memperkuat partisipasi publik.

Diketahui, Mantan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengikuti seleksi calon Hakim Agung tahun 2025 dan telah dinyatakan lolos seleksi administrasi calon Hakim Agung.

Meski pernah mendapatkan sanksi dari Dewan Pengawas KPK, nama Ghufron tertera dalam surat pengumuman yang dikeluarkan Komisi Yudisial (KY) Nomor: 7/PENG/PIM/RH.01.02/04/2025 tentang Hasil Seleksi Administrasi Calon Hakim Agung Republik Indonesia Tahun 2025.

Nurul Ghufron berada pada urutan ke 43 dalam daftar nama yang dinyatakan lolos seleksi administrasi calon hakim agung.

"Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember," demikian isi surat pengumuman KY, dikutip pada Selasa (15/4/2025).

Mahkamah Agung. (Suara.com)
Mahkamah Agung. (Suara.com)

Anggota dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata menjelaskan ada sebanyak 161 orang calon hakim agung dan 18 orang calon hakim ad hoc HAM di MA dinyatakan lulus seleksi administrasi.

"KY menyatakan calon yang memenuhi syarat administrasi hanya 161 orang calon hakim agung dan 18 orang calon hakim ad hoc HAM di MA. Seleksi administrasi ini diukur berdasarkan indikator kelengkapan berkas dan kesesuaian persyaratan. Selamat kepada calon peserta seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA yang lulus seleksi administrasi," tutur Mukti Fajar dalam keterangannya.

Lebih lanjut, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY M. Taufiq HZ menjelaskan dari 161 orang calon hakim agung dan 18 orang calon hakim ad hoc HAM di MA yang dinyatakan lulus administrasi , 68 orang di antaranya merupakan calon hakim agung Kamar Pidana, 33 calon hakim agung Kamar Perdata, 40 calon hakim agung Kamar Agama, 7 calon hakim agung Kamar Militer, 4 calon hakim agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN), 9 calon hakim agung Kamar TUN khusus pajak, serta 18 calon hakim ad hoc HAM di MA.

"Bagi calon yang memenuhi syarat administrasi berhak mengikuti seleksi kualitas pada Selasa sampai dengan Rabu, 29 sampai dengan 30 April 2025," ujar Taufiq.

Sebelumnya, Dewas KPK menyatakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melakukan pelanggaran etik saat masih menjabat.

Pasalnya, Dewas menilai Ghufron sudah menyalahgunakan jabatannya untuk membantu mutasi Andi Dwi Mandasari sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Pertanian.

"Menyatakan terperiksa Nurul terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi," kata Ketua Dewas KPK Tumpak H Paggabean di ruang sidang Gedung ACLC, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024).

Untuk itu, Ghufron dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis agar tidak mengulangi perbuatannya serta menjaga sikap dan perilaku dengan menaati kode etik selaku Pimpinan KPK.

"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis" ujar Tumpak.

Selain itu, Ghufron juga dijatuhi hukuman berupa pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama 6 bulan.

Ghufron dianggap bersalah lantaran menghubungi mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono untuk membantu mutasi PNS.

Dewas menilai perbuatan tersebut merupakan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadinya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI