Suara.com - Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa CCTV di ruang merokok lantai dua Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Pasalnya, Eks Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengaku mendengar percakapan antara Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah dan eks Kader PDIP Saeful Bahri yang menyebut bahwa uang suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai caleg terpilih berasal dari Hasto.
Jika KPK membuka CCTV pada peristiwa tersebut, Ronny menilai bahwa pernyataan Wahyu akan terbantahkan.
"Jadi kami juga meminta supaya lebih yakin, alangkah baiknya supaya jaksa penuntut umum menghadirkan CCTV yang ada di KPK, supaya ini kasus ini terang," kata Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2025).
Menurut Ronny, keterangan Wahyu tak masuk akal. Sebab, jika ada pengubahan kesaksian, maka, semestinya Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri diperiksa lebih dari satu kali. Namun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kata Ronny, kedua saksi itu hanya diperiksa satu kali.
“Padahal logikanya sodara Donny dan Saeful baru sekali diperiksa loh pasca penangkapan tanggal 8 di tanggal 9, logikanya kalau perubahan itu di BAP berikutnya dong di pemeriksaan berikutnya dong, sedangkan kalau kita memperhatikan pemeriksaan berikutnya di BAP tanggal 21 Januari, 12 Februari, 11 Februari," ujar Ronny.
Lebih lanjut, dia justru meragukan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) jika CCTV di KPK tidak dibuka. Sebab, dari rekaman tersebut bisa terungkap pembicaraan antara Wahyu, Donny, dan Saeful.
“Kalau publik melihat bahwa ingin kasus ini supaya mendapatkan informasi yang utuh, tentunya kita harus saling dukung dong ya, kita mendukung penegakan hukum ini, tapi ayo kita sama-sama dan kita mendukung kalau JPU bisa menghadirkan CCTV tersebut maka lebih baik. Tetapi kalau tidak bisa dihadirkan maka kami melihat bahwa keterangan saksi ini diragukan," ucap Ronny.
"Jadi apa di dalam persidangan beberapa agenda ini, kami melihat bahwa keterangan saksi ini berdiri sendiri. Kita tahu bahwa di hukum pidana, satu saksi bukan saksi, satu saksi harus didukung dengan alat bukti yang lainnya," tambah dia.
Baca Juga: Saksi Sebut Nama Hasto Saat Bicara Uang Suap Rp 400 Juta
Kemarin, Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah menerangkan kesaksian yang berbeda dengan eks Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan soal peristiwa saat mereka merokok bersama di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan.
Sebab, dalam keterangan yang disampaikan pada sidang pekan lalu, Wahyu mengaku mendengar bahwa sumber uang suap untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku sebagai anggota DPR RI berasal dari Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dari percakapan Donny dan Saeful Bahri saat merokok di KPK.
Namun, dalam keterangan yang disampaikan hari ini, Donny justru menjelaskan hal yang berbeda. Dia mengatakan percakapan saat itu terjadi antara Donny dan Wahyu.
“Dalam proses pemeriksaan di KPK itu, pernah nggak saudara kemudian suatu saat ketika break, kemudian di ruang rokok ketika bersama dengan Saeful, saudara, Wahyu Setiawan, bercerita mengenai sumber duit yang jadi objek OTT?” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
![Saksi Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan memberikan kesaksian terakit PAW Anggota DPR di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/17/79788-saksi-mantan-komisioner-kpu-wahyu-setiawan.jpg)
“Kalau itu, di ruang rokok itu, seingat saya malam hari, ketika saya merokok, Wahyu curhat sama saya. Ternyata dia itu kena 2 kasus pak. Tanya sama saya, ‘Don, sebenarnya saya ini kena 2 kasus, termasuk yang Papua Barat saya terima uang dari Dominggus Mandacan Gubernur Papua Barat. Dia ngasih Rp 500 juta’. ‘Loh kok bisa mas?’. ‘Ya saya tanya kira-kira vonisnya berapa?’. ‘Waduh kalau kayak gitu nggak tahu mas. Paling bisa 8 tahun. Tapi kalau sprindik nya 1, pasti itu jadi 1, nggak mungkin disidang bareng-bareng’,” tutur Donny.
“Kemudian, Saeful yang tiduran di musola ikut nanya. ‘Kalau kita berapa? Gimana nasibku nanti? Kira2 berapa tahun?’ Karena saya pengacara, saya bilang ‘ya mungkin 3 taun 2 taun’,” tambah dia.
Di sisi lain, Donny menjelaskan saat itu eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina sedang salat Tahajud dan menangis.
“Saya sudah sampaikan penyidik juga saat itu. Tolong diputarkan saja CCTV nya, pasti kedengeran itu saya ngomong apa. Tapi yang saya sampaikan murni itu,” tandas Donny.
Pada pemeriksaan pekan lalu, Wahyu mengaku pernah mendengar mengenai uang suap yang diterimanya berasal dari Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Wahyu mengaku mendengar hal tersebut dari percakapan antara politisi PDIP Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan.
“Saudara saksi, mengenai sumber uang, apakah Saudara juga pernah mendengar orang menyatakan bahwa duit itu bersumber dari Pak Hasto?” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/4/3025).
“Pernah,” jawab Wahyu.
“Siapa yang menyampaikan kepada saudara?” lanjut jaksa.
“Antara Donny dan Saeful,” ujar Wahyu.
“Kapan itu?” tanya jaksa.
“Pada waktu saya diamankan di KPK itu saya merokok, jadi pada waktu saya merokok, mereka ngobrol,” sahut Wahyu.
“Apa disampaikan?” cecar jaksa.
“Intinya dia menyampaikan bahwa tahap pertama itu, ini kata obrolan mereka, itu dari Pak Hasto. Itu saya dalam posisi diam dan saya tidak tahu itu, tapi saya mendengar obrolan itu,” timpal Wahyu.
Dia mengaku saat itu tidak terlibat dalam pembicaraan tersebut tetapi hanya mendengar obrolan antara Donny dan Saeful.
“Dari obrolan mereka pak, bukan saya yang menyampaikan jadi saya mendengar mereka ngobrol itu dan kemudian akhir-akhir ini saya membaca media bahwa Pak Saeful pernah menyampaikan itu,” tandas Wahyu.
Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.