Kasus-kasus tersebut di antaranya; kasus pelanggaran HAM terhadap Afif Maulana, intimidasi terhadap jurnalis di Kantor Gubernur Sumbar, masyarakat Kapa di Pasaman, tambang emas, kasus kekerasan seksual dan soal kebebesaan beragama.
Dalam catatan koalisi, Kapolda Gatot dalam 100 hari kerjanya gagal menunjukkan komitmen menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Dia menjelaskan, penangkapan massa aksi terjadi setelah mereka memilih bertahan hingga pukul 18.00 WIB. Mereka ketika itu ingin bertemu dengan Kapolda, tapi tak kunjung datang.
"Massa aksi ingin Kapolda Sumbar menanggapi tuntutan secara langsung. Tetapi tidak tanda-tanda Kapolda turun hingga pukul 18.00. WIB," kata Calvin.
Selain itu, polisi sempat memperingatkan para peserta aksi untuk membubarkan diri hingga tiga kali.
"Setelah peringatan terakhir, polisi langsung menembakkan water canon," ujar dia.
Menurut Calvin, terdapat 12 orang yang ditangkap.
"Termasuk seorang pengacara publik dan tiga asisten pengacara dari LBH Padang yang sedang melakukan pendampingan hukum," ungkapnya.
Atas kejadian tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatra Barat mengecam tindakan yang dilakukan oleh aparat.
Baca Juga: Dari Aksi Damai hingga Piknik Melawan: Sejauh Mana Suara Rakyat Didengar?
"Kami mengecam keras tindakan represif dan brutal aparat terhadap massa aksi, termasuk penggunaan kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap peserta aksi serta advokat," Kata Calvin.
Koalisi masyarakat sipil juga menuntut pembebasan para aktivis yang ditangkap tanpa syarat. Mereka juga menuntut Kapolda Sumbar bertanggung jawab atas tindakan brutal kepada masyarakat.
"Keempat, kami mendesak Kapolri mengevaluasi dan mencopot Kapolda Sumatera Barat karena gagal menjunjung nilai-nilai reformasi kepolisian," kata dia.