Sosok Hasan Nasbi, Pengagum Tan Malaka yang Kini Menepi dari Lingkar Kekuasaan

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Selasa, 29 April 2025 | 15:02 WIB
Sosok Hasan Nasbi, Pengagum Tan Malaka yang Kini Menepi dari Lingkar Kekuasaan
Profil Hasan Nasbi. [Youtube Malaka]

Suara.com - Hasan Nasbi mengumumkan pengunduran diri sebagai Kepala Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO).

Pengunduran diri Hasan sebagai Kepala PCO ini diunggah akun Instagram @totalpolitikcom pada hari Selasa (29/4/2025).

"Teman-teman semua, hari Senin tanggal 21 April 2025 adalah hari terakhir saya menjalani aktivitas di Kantor Komunikasi Kepresidenan. Itu sebabnya hari itu diabadikan," kata Hasan dalam video tersebut.

Hasan mengatakan surat pengunduran dirinya sudah dikirimkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

Hasan mengungkapkan bahwa jika ada sesuatu yang sudah tidak bisa lagi diatasi, dan persoalan tersebut sudah di luar kemampuannya, maka tidak perlu ribut-ribut dan heboh-heboh, karena dirinya merasa harus tahu diri dan mengambil keputusan untuk menepi.

"Kesimpulan saya sudah sangat matang bahwa sudah saatnya menepi ke luar lapangan dan duduk di kursi penonton. Memberikan kesempatan kepada figur yang lebih baik untuk menggantikan posisi bermain di lapangan," kata dia.

Profil Hasan Nasbi

Hasan Nasbi lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 11 Oktober 1979. Dia menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 2 Bukittinggi.

Lulus dari SMAN 2 Bukittinggi, Hasan memutuskan hijrah ke Pulau Jawa. Dia melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI) dan meraih gelar Sarjana Ilmu Politik pada 2004.

Baca Juga: Rekam Jejak Hasan Nasbi: Relawan Jokowi ke Prabowo, Mundur dari Kepala Kantor Komunikasi Presiden!

Sebagai mahasiswa, Hasan pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat UI pada tahun 2000.

Ia merupakan salah satu pendiri Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Tan Malaka yang didirikan pada Juni 2002, sekaligus menjadi sekretaris Dr. Harry Albert Poeze, peneliti Tan Malaka.

Pada Oktober 2004, ia menjadi salah satu redaktur Buletin Madilog: Media Pembelajaran Masyarakat yang hanya terbit 3 kali dan beredar di kampus Universitas Indonesia.

Ia juga menulis buku Filosofi Negara Menurut Tan Malaka (2004) dan menjadi salah satu penulis buku Mewarisi Gagasan Tan Malaka (2006).

Pada tahun 2005 hingga 2006, ia bekerja sebagai jurnalis Harian Kompas dan pernah menjadi peneliti di Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia hingga 2008.

Setelah itu, Hasan mendirikan lembaga survei bernama Cyrus Network yang kerap menjadi lembaga survei dalam rekapitulasi atau perhitungan cepat dalam Pemilihan Presiden, tak terkecuali pada Pilpres 2024.

Dalam geliat politik, dirinya pernah menjadi Koordinator Tim Relawan Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama untuk pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012.

Pengagum Tan Malaka

Tokoh politik yang Hasan Nasbi kagumi adalah Tan Malaka. Perkenalannya dengan pemikiran Tan Malaka terjadi saat masih kuliah di UI.

Saat itu pacarnya memberikan hadiah berupa buku karya Tan Malaka yang berjudul "Islam Dalam Tinjauan Madilog".

"Kenal agak serius dengan Tan Malaka, jatuh cinta dengan Tan Malaka ini memang buku pertama itu yang saya baca namanya Islam dalam Tinjauan Madilog. Pengantarnya Buya Hamka. Saya juga tidak familiar dengan buku ini. Ini kan cuplikan salah satu bab dalam buku Madilog," kata dia dikutip dari Youtube Malaka.

Walau saat itu tidak terlalu mengerti isi buku tersebut, ada satu hal yang membuat Hasan Nasbi bertanya-tanya. Yaitu tulisan kata pengantar dari Buya Hamka.

"Terlihat sekali Buya Hamka kagum sekali dengan ini orang (Tan Malaka). Islam dalam Tinjauan Madilog diberikan pengantar oleh Buya Hamka dengan penuh kekaguman," ujarnya.

Apalagi kata Hasan, Buya Hamka menekankan bahwa kita tidak boleh anti sama ilmu apapun. Bahkan sama ilmu yang berseberangan pun kita tidak boleh anti, justru harus kita pelajari, supaya kita paham.

"Yang buat saya tertarik, kenapa Buya Hamka sangat kagum sekali sementara dia tokoh komunis, tokoh kiri. Waktu itu uda mulai cari buku Tan Malaka tapi tidak nampak di tahun 1999," ucapnya.

Untung di tahun 1999, penerbit Komunitas Bambu menerbitkan sejumlah buku Tan Malaka seperti Dari Penjara ke Penjara, Menuju Republik Indonesia, Gerpolek, dan lainnya.

"Ketika baca Menuju Republik Indonesia, ini buku ditulis tahun 1925, 1926 ada kata-kata Menuju Republik Indonesia, jauh belum ada Sumpah Pemuda, Bung Hatta baru menulis persatuan, Bung Karno menulis persatuan dia sudah nulis Menuju Republik Indonesia. Ini siapa sih? akhirnya baca penulis lain tentang dia seperti Ben Anderson, Kahin, Asvi Warman Adam. Cari semua bukunya, akhirnya bikin skripsi aja," ujar Hasan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI