Bali memiliki iradiasi solar berkisar 1,490 hingga 1,776 kWh/m²/tahun, atau melebihi standar yang diberlakukan di Eropa untuk kelayakan proyek energi surya, yaitu 900 kWh/m²/tahun.
“Total potensi energi surya di Provinsi Bali dapat mencapai 113,436.5 GWh per tahun, di mana jauh melebihi jumlah permintaan energi penduduknya pada tahun 2027, yaitu 10,014 GWh per tahun” paparnya.
Semangat Bali mandiri energi ini juga selaras dengan cita-cita Pemerintah Provinsi Bali harus segera direalisasikan.
Kekuatan kemandirian listrik ini harus bertumpu pada pembangkt energi terbarukan dalam skala komunitas sesuai dengan potensi wilayahnya.
Pengembangannya melibatkan pemerintah kabupaten/kota, Desa Adat, Desa Wisata bahkan Banjar.
“Bali juga memiliki pembangkit listrik terbarukan yang bisa menjadi contoh, seperti PLTS Nusa Penida yang menjadi penopang sepertiga kebutuhan listrik setempat, atau menjadikan contoh PLTS Kayubihi Bangli sebagai model kepemilikan dan pengelolaannya yang melibatkan Pemerintah Daerah. Ada banyak model yang bisa ditawarkan, tergantung kemauan politik pemerintah daerah di Bali untuk membangun kemandirian energinya” jelasnya.
Ia menekankan pada Pembangunan pembangkit energi terbarukan yang terdesentralisasi, kita tidak bergantung pada energi skala besar yang rapuh dan rentan kolaps seperti saat ini.
“Selain menyediakan ketahanan energi bagi masyarakat, hal ini juga merupakan bentuk pembangunan rendah karbon yang dibutuhkan untuk melawan krisis iklim yang lebih luas lagi,” katanya.
Ia berujar bahwa energi terbarukan yang terdesentralisasi ini juga menjadi pondasi mendasar membangun Bali sebagai pusat wisata kelas dunia yang berwawasan lingkungan (Eco/Green tourism).
Baca Juga: Bali Blackout, Update Terkini Listrik di Pulau Dewata Padam
Ini bisa menjadi nilai tambah Bali yang sejak awal sangat mengandalkan kelestarian dan keselarasan dengan alam sebagai wajah utama pariwisata Bali.