Suara.com - Ketua DPR Puan Maharani menerima kunjungan kehormatan Ketua Senat Kerajaan Kamboja, Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Dalam pertemuan itu tak dibahas secara khusus soal masalah perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) di Kamboja yang belakangan jadi sorotan.
"Tidak ada pembicaraan secara khusus terkait dengan PMI, karena tadi kita bicara secara umum," kata Puan dalam konferensi pers usai pertemuan.
Intinya pertemuan itu, kata dia, hanya menyepakati parlemen Indonesia dan Kamboja, akan mendukung kebijakan pemerintah masing-masing.
"Karena memang tidak mungkin kemudian eksekutif bekerja sendirian tanpa dukungan legislatif, dan itu disepakati oleh Bapak Hun Sen bahwa memang eksekutif dan legislatif harus bekerja sama-sama dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya," katanya.
Selain itu, kata dia, dibahas juga soal hubungan kerja sama kedua negara. Terlebih hubunhan kedua negara semakin erat.
Apalagi, menurutnya, kerjasama Indonesia dan Kamboja di bidang ekonomi dan pertahanan semakin meningkat.
"Kemudian perkembangan pembangunan yang ada di Kamboja juga sudah semakin berkembang, dan beliau tentu saja mengharapkan hubungan yang semakin erat ini terus ditingkatkan," ungkapnya.
Kerjasama antar parlemen, menurut Puan juga berjalan baik. Ia mengungkapkan bahwa Kamboja terinspirasi dengan Indonesia yang memiliki ketua parlemen perempuan.
Baca Juga: Prabowo Sambut Hangat Hun Sen, Pertemuan Tingkat Tinggi Pererat Hubungan Indonesia-Kamboja
"Jadi alhamdulillah Indonesia dan Kamboja punya Ketua DPR perempuan, dan kedepannya semoga hubungan antara Indonesia dan Kamboja tetap baik," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perlindungan Pekerja Migran (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyarankan agar para pekerja migran Indonesia tak perlu berangkat ke tiga negara Asean yakni Myanmar, Kamboja dan Thailand.
Pasalnya, kata dia, di negara tersebut sangat rawan untuk Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO.
"Saya selalu bilang sebaiknya Myanmar, Kamboja, Thailand itu jangan ada yang berangkat," kata Karding ditemui usai kunjungan open house di Rumah Dinas Rosan Roeslani di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan, Selasa (1/4/2025).
Ia mengatakan, di negara-negara tersebut sangat marak PMI yang berangkat justru terjebak menjadi korban TPPO.
"Karena pasti kecenderungan kena TPPO," katanya.
Kendati begitu, ia mengatakan, dengan negara-negara tersebut sebenarnya Indonesia punya kerjasama soal penemapatan PMI.
Namun ia tetap menyarankan agar PMI tak berangkat jika diminta bekerja di Myanmar, Kamboja dan Thailand.
"Kita sebenarnya negara mempuntai kesepakatan penempatan dengan beberapa negara ini," katanya.
"Sementara kalau saya boleh melarang, saya larang," katanya.
Kasus PMI Tewas
Kasus meninggalnya Pekerja Migran Indonesia di Kamboja menarik perhatian sejumlah pihak, termasuk DPRD Jatim.
Ketua Komisi E DPRD Jatim Sri Untari Bisowarno angkat bicara mengenai meninggalnya dua pekerja migran, yang salah satunya merupakan warga Banyuwangi atas nama Rizal Sampoerna.
Penasehat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu menyoroti akar persoalan atas kasus meninggalnya dua pekerja migran.
Diketahui, kedua pekerja migran tersebut meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan. Muncul dugaan adanya jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus lowongan kerja palsu yang berujung pada eksploitasi dari kasus meninggalnya kedua pekerja.
Sebenarnya Pemprov telah punya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Jawa Timur. Namun, implementasinya masih lemah.
Dibutuhkan solusi lain, salah satunya mengenai pendekatan ekonomi. Untari menilai, masih banyak celah terhadap perlindungan pekerja migran.
Salah satunya ekonomoi dan sistem pengelolaan aset yang menjamin keberlangsungan kehidupan mereka dan keluarganya.
Untari mengusulkan adanya koperasi yang dapat mengambil peran sentral sebagai instrumen perlindungan dan penguatan ekonomi para pekerja migran.
“Koperasi harus menjadi rumah perlindungan ekonomi bagi para pekerja migran. Kita tidak bisa membiarkan PMI bertaruh nyawa demi mencari nafkah, lalu tidak ada yang menjaga aset mereka, tidak ada yang mendampingi keluarga mereka, dan ketika mereka pulang pun tidak ada pegangan,” ujarnya.
Menurutnya, diplomasi tidaklah cukup untuk memberi perlindungan bagi para pekerja migran. Perbaikan ekonominya juga harus dilindungi untuk solusi jangka panjang.