Suara.com - Pernikahan dalam Islam merupakan ikatan suci antara seorang pria dan wanita.
Hal ini bertujuan membentuk keluarga yang harmonis dan menjalankan kehidupan sesuai syariat Islam.
Pernikahan dianggap sah jika memenuhi rukun pernikahan antara lain calon suami dan istri yang tidak terhalang mahram.
Adanya wali nikah untuk mempelai perempuan, dua orang saksi laki-laki yang adil dan hadir saat akad.
Ijab dari wali atau wakilnya dan qabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Syarat utama pernikahan dalam Islam meliputi kedua mempelai beragama Islam, tidak memiliki hubungan mahram.
Wali nikah yang memenuhi syarat (Muslim, laki-laki, baligh, berakal sehat, tidak sedang dalam keadaan ihram haji atau umrah.
Tidak ada paksaan dari kedua belah pihak, keduanya ridha menikah dan pelaksanaan ijab dan qabul secara sah.
Hukum Pernikahan dalam Islam
Pernikahan bisa bersifat wajib, sunnah, atau mubah tergantung kondisi individu, terutama terkait kemampuan menjaga diri dari perbuatan zina.
Secara keseluruhan, pernikahan dalam Islam bukan hanya ikatan sosial, tapi juga ibadah dan bentuk ketaatan kepada Allah SWT yang harus dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat agar sah secara agama dan hukum.
Namun, dalam Islam ada tiga jenis pernikahan yang haram dalam Islam.
Berikut adalah tiga jenis pernikahan yang diharamkan dalam ajaran Islam beserta penjelasannya:
1. Nikah Syighar
Nikah syighar adalah pernikahan di mana seorang wali menikahkan putrinya atau saudarinya kepada seorang pria dengan syarat pria itu juga menikahkan putri atau saudarinya kepada wali tersebut, dan keduanya dilakukan tanpa pembayaran mahar.
Praktik ini merupakan tukar-menukar perempuan tanpa memenuhi hak-hak dasar pernikahan, seperti mahar, yang wajib dalam Islam.
Rasulullah SAW secara tegas melarang praktik nikah syighar karena menyalahi syariat dan merugikan hak perempuan.
2. Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah adalah pernikahan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak, setelah itu pernikahan otomatis berakhir.
Pernikahan ini pernah diperbolehkan pada masa awal Islam, namun kemudian diharamkan secara permanen oleh Rasulullah SAW.
Nikah mut'ah dilarang karena bertentangan dengan konsep pernikahan dalam Islam yang seharusnya menjadi ikatan suci dan langgeng, bukan kontrak sementara.
3. Nikah Muhallil (Tahlil)
Nikah muhallil adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya, kemudian menikah dengan pria lain hanya dengan tujuan agar setelah bercerai dari suami kedua, ia bisa kembali menikah dengan suami pertamanya.
Praktik ini diharamkan karena hanya dijadikan sebagai perantara untuk menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan Allah, dan Rasulullah SAW melaknat pelaku nikah muhallil dan pihak yang menyuruhnya.
Ketiga jenis pernikahan ini secara tegas dilarang dalam Islam karena bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, perlindungan hak perempuan, dan tujuan sakral pernikahan menurut syariat Islam.
Perlindungan hak perempuan dalam pernikahan Islam meliputi beberapa aspek penting yang dijamin oleh syariat, antara lain:
- Hak memilih pasangan: Perempuan memiliki hak penuh untuk memilih pasangan hidupnya tanpa paksaan dari pihak manapun.
- Hak atas mahar: Mahar adalah hak perempuan yang wajib diberikan suami, dan perempuan berhak menuntutnya kapan saja tanpa harus memberi alasan.
- Hak menerima nafkah: Suami wajib menafkahi istri selama pernikahan, termasuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan, tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi suami.
Hak melakukan perbuatan hukum sendiri: Setelah menikah, perempuan berhak mengatur urusan pribadinya, membuat kontrak, dan mengelola harta miliknya secara mandiri sesuai hukum Islam.
- Perlindungan hukum dalam perkawinan: Islam memberikan perlindungan terhadap hak perempuan dalam bidang hukum keluarga, termasuk hak waris, kesaksian, dan perlindungan dari perlakuan tidak adil dalam rumah tangga.
- Persetujuan dalam akad nikah: Pernikahan harus dilakukan atas dasar persetujuan bebas dari kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan, tanpa paksaan.
Secara keseluruhan, Islam menempatkan perempuan pada kedudukan mulia dengan hak dan kewajiban yang seimbang, menjunjung tinggi martabat dan kehormatan perempuan dalam pernikahan serta melindungi hak-haknya secara menyeluruh.