Gaji Rp 10 Juta per KK di Jakarta? Stafsus Gubernur DKI: Dedi Mulyadi Salah Hitung

Bangun Santoso Suara.Com
Senin, 12 Mei 2025 | 14:56 WIB
Gaji Rp 10 Juta per KK di Jakarta? Stafsus Gubernur DKI: Dedi Mulyadi Salah Hitung
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Pemprov Jabar0

Suara.com - Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik Cyril Raoul Hakim alias Chico Hakim menanggapi terkait wacana Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang hendak membagikan gaji Rp10 juta per KK setiap bulan jika menjadi Gubernur Jakarta.

"Kang Dedi salah hitung. Apabila 2 juta KK x Rp10 juta/bulan = Rp20 triliun/bulan, Rp20 x 12 bulan = Rp240 triliun/tahun. Mungkin terlalu bersemangat, jadi salah hitung," kata Chico di Jakarta, Senin (12/5/2025).

Kendati demikian, Chico mengapresiasi niat baik KDM yang sama sama ingin menyejahterakan warganya seperti Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.

"Tapi prinsipnya niat baik kok. Sama dengan Pak Pram (Pramono Anung) ingin menyejahterakan warganya," kata Chico sebagaimana dilansir Antara.

Sekedar informasi, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) DKI Jakarta tahun 2025 yang disepakati adalah sebesar Rp91,34 triliun.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengklaim telah menghemat anggaran hingga Rp1,5 triliun setelah melakukan penyisiran APBD 2025.

Hal itu sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomo 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran yang diturunkan menjadi Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 2 Tahun 2025.

Sebelumnya, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan dengan besarnya APBD Jakarta, dia akan memberikan gaji Rp10 juga jika menjadi pemimpin Jakarta.

Hal itu dia sampaikan saat acara Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) 2025 di Bandung, Selasa (6/5/2025).

Baca Juga: DKI Punya Jurus Sendiri Redam Kenakalan, Pramono Ogah Ikut Jejak KDM Kirim Anak Nakal ke Barak TNI

"Kalau di Jakarta itu dari 10 juta, ada dua juta kepala keluarga. Itu orang Jakarta bisa digaji per kepala keluarga Rp10 juta, karena 10 juta di kali dua juta hanya Rp20 triliun, kalau saya gubernurnya, saya bagi," kata Dedi.

Kebijakan KDM Jadi Sorotan

Sejak duduk sebagai Gubernur Jawa Barat, kebijakan Dedi Mulyadi kini banyak menuai sorotan. Di antaranya adalah mengirim siswa nakal ke barak militer.

Kemudian ia juga akan menerapkan penerima bantuan sosial di Jawa Barat wajib ikut KB, termasuk vasektomi. Kebijakan itu sontak menuai pro dan kontra.

Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menilai program wajib militer bagi anak bermasalah di Jabar yang diusung Gubernur Dedi Mulyadi berseberangan dengan konsep pedagogi yang mengedepankan kebutuhan dan karakter peserta didik.

"Itu mau masuk militer atau masuk pesantren -saja- barudak -anak-anak-. Jadi gini lah dalam dunia pendidikan, kalau ada masalah itu tidak harus kemudian diserahkan kepada institusi lain dulu. Kan gini ya, anak nakal itu kan tidak bisa diseragamkan. Masalahnya kan bisa beda-beda dan TNI bukan obat segala masalah," kata Cecep saat dihubungi di Bandung, Rabu (30/4/2025).

Cecep menilai kebijakan yang disampaikan Dedi mungkin bermaksud baik, namun dia mengungkapkan lebih baik yang diusung bukanlah konsep wajib militer pada anak bermasalah, tetapi pendidikan pendahuluan bela negara yang memang sejalan dengan Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.

"Ini niatnya mungkin baik ya, harus kita hargai lah Pak Dedi itu. Kalau saya konsepnya bukan pendidikan militer seperti Wamil tetapi pendidikan pendahuluan Bela Negara. Kalau pendidikan pendahuluan Bela Negara, memang itu amanat Undang-Undang tentang PSDN, yaitu Pengembangan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara," ujar Cecep sebagaimana dilansir Antara.

Dalam beleid tersebut, lanjut dia, dijelaskan mengenai pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN), yang levelnya bukan pendidikan militer tapi pendahuluannya seperti Resimen Mahasiswa (Menwa) di kampus-kampus.

"Mungkin maksud KDM juga dugaan saya ke situ," ujarnya.

Lebih lanjut, Cecep mengungkapkan jika memang betul maksud dari kebijakan Dedi Mulyadi merupakan PPBN, dirinya akan sangat setuju bahkan mendukung sampai 1.000 persen jika program tersebut dilaksanakan, namun dia mendesak agar Dedi Mulyadi membuat konsep program itu secara matang sebelum diberlakukan.

Menurut Cecep program PPBN itu akan lebih baik jika hal itu diberlakukan bagi seluruh siswa dan bukan hanya bagi siswa bermasalah.

"Jadi bukan hanya untuk siswa nakal tapi untuk seluruh siswa. Jadi harus terprogram, dibuat roadmapnya grand designnya sampai kapan, dan anak itu di boarding school nati diinapkan di mana, jadi nanti sekolah lagi, jadi nggak-gak selama enam bulan full di situ bukan," katanya.

Selain itu, tambah dia, program tersebut haruslah melibatkan seluruh unsur pembinaan dan pendidikan seperti pembina kerohanian, TNI, pendidik, psikologi, Guru BP, pembina kesiswaan hingga pihak pemerintahan.

"Nah terus dibuat kurikulumnya, dan sesekali mungkin di sekolah kegiatannya, lalu sekali di camp-camp militer, sesekali di luar gitu ya, ke gunung ke mana gitu, ada kurikulumnya. Dan tidak hanya TNI yang dilibatkan, misalnya kaum pendidik, terus spiritualnya misalnya dari tokoh-tokoh agama, dilibatkan di situ psikolog, guru BP, pembina osis dan lain-lainnya dilibatkan termasuk pemerintah gitu," tuturnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI