Suara.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti meminta Ketua Komisi X DPR RI akan segera mengagendakan rapat bersama Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon untuk membahas rencana penulisan ulang sejarah Indonesia.
Apalagi rencana tersebut ditargetkan bakal rampung pada Agustus mendatang sebagai kado Indonesia mencapai usia ke-80.
Hal itu disampaikan Esti dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia atau AKSI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 19 Mei 2025.
Esti menilai, soal proyek penulisan ulang sejarah bukan perkara main-main.
Ia menilai, meski proyek itu akan melibatkan banyak pihak, tapi harus jelas metode yang dipakai.
"Maka, kembali saya meminta kepada Ibu Ketua Komisi X Bu Hetifah secepat mungkin. Karena ini kan sudah Mei (Juni), Juli, Agustus tinggal 2,5 bulan lagi ya," ujarnya dalam rapat.
"Sebentar maka sebelum reses harus kita pastikan kita berikan alokasi waktu secepat mungkin artinya sebelum reses harus sudah kita lakukan rapat kerja dengan kementerian kebudayaan," sambunng Esti.
Terlebih, menurut MY Esti, juga ada penolakan dari AKSI yang disampaikan langsung ke DPR terkait rencana pemerintah tersebut.
"Tentu kegelisahaan dan kekhawatiran dari bapak ibu semua yang hadir pada siang hari ini dari AKSI menjadi referensi Komisi X. Jika kemudian setelah pertemuan itu sekiranya membutuhkan diskusi lebih lanjut, mungkin juga kita perlu mengundang bapak ibu, mengundang di forum ini dengan kKementerian Kebudayaan untuk kemudian semuanya bisa bicara secara terbuka," katanya.
Baca Juga: Benarkah Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia oleh Kemenbud Tanpa Sepengetahuan DPR?
Ia menegaskan, dari rencana pemerintah tersebut jangan sampai juatru menimbulkan kegaduhan.
"Karena ini bicara soal sejarah sejarah yang memang harus sesuai dengan fakta yang ada, tidak ada muatan-muatan yang kemudian justru membuat kegaduhan di republik ini saya kira itu," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian dalam rapat, mengaku bahwa pihaknya belum pernah membahas dan berkoordinasi dengan pemerintah terkait proyek tersebut.
"Terus terang kami pun belum pernah bertemu secara langsung dan membahas apa persisnya hal-hal yang akan direvisi atau bagaimana prosesnya dan sebagainya," kata Hetifah.
![Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menegaskan menolak rencana Kementerian Kebudayaan Fadli Zon menulis ulang Sejarah Indonesia. Penolakan ditegaskan saat beraudiensi dengan Anggota DPR, Senin 19 Mei 2025. [Suara.com/Bagaskara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/19/17783-aliansi-keterbukaan-sejarah-indonesia-aksi.jpg)
Selain Hetifah, Anggota Komisi X DPR RI fraksi PDIP Mercy Barends juga menyampaikan jika Kementerian Kebudayaan belum pernah mengirim laporan terkait proyek ini.
Ia mengaku baru mengetahui adanya rencana tersebut hanya dari media sosial saja.
"Kita belum mendapat satu dokumen resmi pun maka hari ini perkenankanlah kami untuk mungkin memberikan sejumlah insight aja ya berkaitan dengan sejumlah sejarah ini," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Budaya Fadli Zon menyampaikan target penulisan ulang sejarah Indonesia akan rampung pada Agustus 2025 bertepatan dengan HUT ke-80 RI.
"Sebentar lagi selesainya, Agustus target kita," kata Fadli di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 5 Mei 2025.
Sementara di sisi lain, Fadli Zon mengatakan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia melibatkan lebih dari 100 orang sejarawan yang dipimpin oleh Guru Besar Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Susanto Zuhdi.
"Kita melibatkan hampir 100 lebih ya kayaknya sejarawan, dipimpin oleh Prof. Susanto Zuhdi, sejarawan senior dari Universitas Indonesia,” kata Fadli saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa 6 Mei 2025 malam.
Nantinya, kata dia, penulisan ulang sejarah ini akan diterbitkan dalam versi cetak secara berjilid-jilid yang mencakup berbagai lini masa mulai dari pra-sejarah hingga sejarah masa kini termasuk peristiwa politik negeri.
"Yang era prasejarah sampai yang era misalnya perjuangan kemerdekaan dan sampai yang sekarang gitu kontemporer. Ya tentu saja. Ya tentu saja (peristiwa politik)," katanya.
Soal mekanismenya, kata dia, penulisan ulang sejarah ini tidak dimulai dari nol. Akan tetapi melanjutkan dan melengkapi sejarah Indonesia yang sudah ada.
"Jadi kita akan berangkat tentu dari apa yang sudah ditulis dan kita melakukan update, penambahan-penambahan, data dan sebagainya," katanya.