Suara.com - Pernyataan Menteri Keuangan (Menkkeu) Sri Mulyani tentang lemahnya daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia di industri global bukan sekadar kritik kosong.
Konsultan karir sekaligus pengamat pendidikan Ina Liem menilai bahwa pernyataan Sri Mulyani memang menunjukan persoalan mendasar.
Ia mengemukakan bahwa pendidikan Indonesia belum sungguh-sungguh mempersiapkan generasi yang siap bersaing di dunia internasional.
Meskipun saat ini sudah ada orang Indonesia yang berkarir di luar negeri, menurut Ina, jumlahnya masih kalah dari negara-negara tetangga. Ia kemudian mengidentifikasi bahwa kondisi itu berkaitan dengan kualitas pendidikan dalam negeri.
"Hubungan dengan pendidikan ya pasti. Karena pendidikan itu mengarahkan, menyiapkan SDM unggul. Unggul itu zaman sekarang sudah global, jadi nggak bisa hanya bersaing secara lokal," kata Ina kepada Suara.com dihubungi Selasa 20 Mei 2025.
Lantaran itu, ia menilai wajar apabila daya saing sumber daya manusia Indonesia di kancah internasional tidak menonjol.
"Jadi kalau dibandingkan dengan dunia internasional, menurut saya sih kita memang lemah di masalah teknis, tapi juga masalah soft skills," ujarnya.
Kemudian, Ina menyoroti dua aspek utama yang membuat SDM Indonesia kalah bersaing, yakni kompetensi teknis dan kemampuan soft skills.
Secara teknis, menurutnya, SDM Indonesia dinilai masih tertinggal dalam penguasaan teknologi.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Program Efisiensi Anggaran Prabowo Berlanjut Hingga 2026
Selain itu juga tertinggal dalam jurusan pendidikan, terutama di bidang sains.
Sementara negara-negara lain di dunia sudah berbicara tentang isu-isu besar seperti Sustainable Development Goals (SDGs).
Ironinya, Indonesia hingga kini belum memiliki program S1 Sustainability Studies, yang baru tersedia justru di jenjang S2.
Hal lain yang juga ditekankan oleh Ina juga terkait dengan profesionalisme kerja yang sebenarnya turut disorot secara global.
"Yang pertama profesionalisme, wah ini kita masih lemah. Budaya kerja kita itu masih belum berbasis output ya. Sama-sama kerja 8 jam itu dianggap sudah kerja keras, padahal dalam waktu yang sama 8 jam, mungkin orang India bisa melakukan hal yang lebih dibandingkan kita," tuturnya.
Lebih jauh, menurut Ina, persoalan mengenai masalah integritas juga disebut sebagai hambatan besar.