suara hijau

Kenaikan Air Laut Picu Migrasi Besar-besaran, Masih Adakah yang Bisa Dilakukan?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Jum'at, 23 Mei 2025 | 12:26 WIB
Kenaikan Air Laut Picu Migrasi Besar-besaran, Masih Adakah yang Bisa Dilakukan?
Warga beraktivitas di tengah banjir rob di Muara Angke, Jakarta, Sabtu (14/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

15.000 tahun lalu, saat zaman es berakhir, laut naik 10 kali lebih cepat dibanding sekarang. Sekitar 3 juta tahun lalu, ketika kadar CO2 setinggi saat ini, permukaan laut berada 10–20 meter lebih tinggi dari sekarang.

Bahkan jika manusia berhasil menghilangkan CO2 dari atmosfer, lapisan es tidak akan pulih dalam hitungan tahun—melainkan ratusan atau ribuan tahun. Daratan yang tenggelam bisa tetap hilang sampai Bumi memasuki zaman es berikutnya.

Namun, bukan berarti tak ada harapan.

Belize pernah memindahkan ibu kotanya ke daratan setelah badai dahsyat pada 1970. Tapi kota terbesarnya tetap berada di pesisir dan terancam tenggelam dengan kenaikan hanya 1 meter.

Carlos Fuller, negosiator iklim senior dari Belize, menegaskan pentingnya bertindak sekarang:.

“Temuan ini hanya menegaskan bahwa kita harus berupaya sekeras mungkin agar tetap dalam batas 1,5°C. Atau setidaknya sedekat mungkin. Hanya dengan begitu kita punya peluang untuk melindungi kota-kota pesisir.”

Masih adakah yang bisa dilakukan? 

Menghadapi ancaman kenaikan muka air laut, strategi adaptasi tidak bisa lagi hanya dibicarakan di ruang-ruang kebijakan. Setiap individu kini dituntut untuk mengenali batas toleransi risikonya sendiri.

Bagi sebagian orang, risiko ini menyangkut kondisi kesehatan anggota keluarga, kestabilan finansial, hingga kemampuan untuk pindah tempat tinggal jika ancaman banjir tak bisa dihindari.

Baca Juga: NTT Percepat Aksi Iklim Berkeadilan Lewat Kolaborasi: Mencari Solusi di Tengah Krisis

Selain itu, mereka juga perlu mengidentifikasi bagian-bagian rumah atau bisnis yang rentan—seperti ruang bawah tanah, sistem kelistrikan, atau barang-barang berharga, yang bisa terdampak banjir maupun erosi pantai dan naiknya air tanah.

Di sisi lain, tanggung jawab besar berada di pundak para pengambil keputusan lokal. Mereka perlu mengakses dan memahami panduan teknis berbasis ilmiah seperti Laporan Kenaikan Muka Air Laut 2022, agar setiap kebijakan yang dibuat benar-benar berpijak pada data.

Mitigasi di tingkat daerah bisa dilakukan dengan mendorong transisi ke energi bersih, memperbaiki efisiensi energi, serta melindungi kawasan pesisir yang berfungsi sebagai penyangga alami karbon. Dalam hal adaptasi, strategi jangka panjang harus mencakup pembangunan infrastruktur tangguh, pemulihan kawasan alami seperti lahan basah dan hutan bakau, serta penyusunan rencana tata kota yang sadar iklim.

Upaya ini tidak akan berhasil tanpa komitmen untuk melibatkan masyarakat secara menyeluruh. Pemerintah perlu menyediakan pendidikan publik yang mendorong kesadaran kolektif, mendukung relokasi komunitas yang rentan, dan memastikan tidak ada kelompok yang tertinggal dalam proses adaptasi.

Dengan pendekatan kolaboratif dan berbasis ilmu pengetahuan, adaptasi terhadap kenaikan muka air laut bukan hanya mungkin, tetapi juga mendesak untuk dilakukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI