Fadli Zon: Pemuktahiran Sejarah Terhenti di Era Habibie, Sampai Eranya Jokowi Belum Ada Lagi

Senin, 26 Mei 2025 | 19:18 WIB
Fadli Zon: Pemuktahiran Sejarah Terhenti di Era Habibie, Sampai Eranya Jokowi Belum Ada Lagi
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri). (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, jika pemutakhiran sejarah hanya terhenti di era Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Menurutnya hingga kekinian belum ada penulisan sejarah kembali.

Hal itu disampaikan Fadli Zon dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025).

"Jadi dari era Pak Habibie sampai hari ini belum pernah ditulis. Belum ada pemutakhiran," kata Fadli.

Menurutnya, kekinian buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) terbit dalam enam jilid. Dalam jilid 6 itu sering disebut sebagai Zaman Jepang dan Zaman Republik.

Lebih lanjut ia menyampaikan, dari mulai era Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur belum ada sejarah yang ditulis.

Kemudian berlanjut untuk era Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi tidak ada eranya Ibu Megawati, eranya Pak SBY, eranya Pak Jokowi apalagi ya. Eranya Gus Dur juga belum ada waktu itu. Jadi meskipun terbitnya 2002, hanya pada era BJ Habibie," ujarnya.

Di sisi lain, ia menyinggung jika sejarah soal pemilu juga belum terupdate.

"Begitu juga kalau kita lihat pemilihan umum yang dilaporkan dalam buku sejarah kita hanya sampai Pemilihan Umum 1997. Jadi Pemilu 1999 itu tidak ada, 2004 misalnya waktu itu pemenangnya siapa, siapa yang jadi presiden itu enggak ada, 2009 juga demikian, 2014, 2019 apalagi," pungkasnya.

Baca Juga: Fadli Zon Jamin Chairlift Tak Rusak Candi Borobudur, Ini Penjelasan Lengkapnya

Sebelumnya, Komisi X DPR RI mengaku belum mengetahui sama sekali terkait rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) soal proses penulisan ulang sejarah Indonesia targetkan rampung sebelum 17 Agustus 2025 mendatang.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi X DPR RI bersama dengan Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/5/2025).

Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian dalam rapat itu mengatakan, pihaknya belum pernah membahas dan berkoordinasi dengan pemerintah terkait proyek tersebut.

“Terus terang kami pun belum pernah bertemu secara langsung dan membahas apa persisnya hal-hal yang akan direvisi atau bagaimana prosesnya dan sebagainya,” kata Hetifah.

Selain Hetifah, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Mercy Barends juga menyampaikan jika Kementerian Kebudayaan belum pernah mengirim laporan terkait proyek ini.

Ia mengaku baru mengetahui adanya rencana tersebut hanya dari media sosial saja.

“Kita belum mendapat satu dokumen resmi pun maka hari ini perkenankanlah kami untuk mungkin memberikan sejumlah insight aja ya berkaitan dengan sejumlah sejarah ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Budaya Fadli Zon menyampaikan target penulisan ulang sejarah RI yakni rampung pada Agustus 2025 bertepatan dengan HUT ke-80 RI.

"Sebentar lagi selesainya, Agustus target kita," kata Fadli di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/5).

Di sisi lain, Fadli Zon mengatakan, penulisan ulang sejarah Indonesia melibatkan lebih dari 100 orang sejarawan yang dipimpin oleh Guru Besar Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Susanto Zuhdi.

“Kita melibatkan hampir 100 lebih ya kayaknya sejarawan, dipimpin oleh Prof. Susanto Zuhdi, sejarawan senior dari Universitas Indonesia,” kata Fadli saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (6/5) malam.

Nantinya, kata dia, penulisan ulang sejarah ini akan diterbitkan dalam versi cetak secara berjilid-jilid yang mencakup berbagai lini masa mulai dari pra-sejarah hingga sejarah masa kini termasuk peristiwa politik negeri.

"Yang era prasejarah sampai yang era misalnya perjuangan kemerdekaan dan sampai yang sekarang gitu kontemporer. Ya tentu saja. Ya tentu saja (peristiwa politik)," katanya.

Soal mekanismenya, kata dia, penulisan ulang sejarah ini tidak dimulai dari nol. Akan tetapi melanjutkan dan melengkapi sejarah Indonesia yang sudah ada.

"Jadi kita akan berangkat tentu dari apa yang sudah ditulis dan kita melakukan update, penambahan-penambahan, data dan sebagainya," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI