Suara.com - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menegaskan, jika kekinian sudah tak zaman institusinya melakukan intervensi, apalagi pada institusi lain seperti Kejaksaan.
Hal itu ditegaskan Maruli menanggapi soal adanya respons negatif terkait kebijakan TNI bisa mengamankan Kejaksaan. Bahkan hal itu kekinian sudah diteken lewat Perpres.
"Kalau dibilang nanti intervensi di Kejaksaan, udah nggak zaman lah," kata Maruli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 26 Mei 2025.
Ia kemudian berseloroh bahwa kekinian TNI takut dengan tilang, berbeda dari yang dulu.
"Tentara aja sekarang, dulu-dulu kita saya ngerasain, nggak takut ditilang. Sekarang kita takut kok, medsos masuk ke busway aja berdoa mudah-mudahan nggak ada yang (lihat)," katanya.
Sementara di sisi lain, Maruli menganggap hal yang biasa jika kekinian TNI mendapatkan sorotan negatif.
Ia menegaskan, soal mengamankan Kejaksaan merupakan bagian dari profesionalisme menjalankan tugas.
"Biasa, nggak ada masalah, kita sih pekerjakan saja profesional. Mau kita jadi Kejaksaan, orang suruh jaga kok berebutan."
"Ya kan, kalau kita diperintahkan jaga karena orang yang merasa nyaman untuk kebaikan bersama, Ya kita jaga, yang penting tidak melanggar," katanya.
Baca Juga: Soal TNI Jaga Jaksa, Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Peluang Kembalinya Dwifungsi
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku soal Perpres TNI bisa menjaga Kejaksaan turut jadi pembahasan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI.
Ia menegaskan bahwa TNI mengamankan Kejaksaan sudah sesuai dengan aturan.
"Salah satunya itu, jadi pelibatan TNI di kejaksaan sebenarnya sudah sesuai dengan undang-undang nomor 3 tahun 2025 tentang TNI, yaitu tugas popok TNI," katanya.
"Kemudian juga, ada nota kesepahaman TNI dengan kejaksaan nomor 4 tahun 2023 yang isinya yaitu tentang pendidikan dan latihan, kemudian pertukaran informasi, kemudian penugasan prajurit TNI di lingkungan kejaksaan, kemudian penugasan jaksa sebagai supervisor di bagian TNI, dan dukungan dan bantuan personil TNI, kemudian dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan TU, kemudian memanfaatkan sara prasarana, dan koordinasi teknis penyilidikan dan penuntutan serta penanganan perkara," ujarnya.
"Kemudian juga telah terbit Perpres nomor 66 tahun 2025 tentang perlindungan negara terhadap jaksa, yaitu pasal 2 dan pasal 4. Pasal 2 yaitu jaksa berhak mendapatkan pelindungan negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau harta benda. Kemudian pasal 4, pelindungan negara dilakukan oleh Polri dan TNI," katanya.
Sementara itu, penjagaan yang dilakukan oleh militer di lingkungan Kejaksaan sejatinya menjadi tanda tanya besar bagi publik.
Selain memorandum of understanding (MoU) antara Kejaksaan dengan TNI, apa yang sebenarnya terjadi hingga pihak militer mengerahkan Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) penjagaan di lingkungan Adhyaksa.
Ramai di sosial media, jika pengerahan anggota TNI di Kejaksaan Negeri (Kejari) higga Kejaksaan Tinggi (Kejati) digadang-gadang lantaran bakal adanya kasus besar yang ingin diungkap.
Penjagaan militer di lingkungan Kejaksaan juga ada yang mengaitkan dengan penguntitan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah oleh anggota Brimob, saat melakukan penyidikan kasus korupsi PT Timah.
“Saya belum tahu persis,” kata Pengamat Politik, Ray Rangkuti saat dikonfirmasi, Jumat 16 Mei 2025.
Namun Ray menilai, pengamanan yang dilakukan oleh pihak militer tidak bisa dilakukan secara antar lembaga. Melainkan harus melibatkan presiden.
“Sebab, pelibatan ini berkenaan dengan 3 instansi negara, yakni TNI, Kejaksaan dan Kepolisian,” kata Ray.
Ketiga lembaga negara tersebut inilah sebenarnya yang sedang terlibat, dan ketiganya berada di bawah presiden.