Suara.com - Ruang terbuka hijau (RTH) dan hutan kota bisa jadi solusi mengatasi banjir perkotaan yang terjadi, berdasarkan riset terbaru dari Jerman.
Hal ini membuka ruang untuk solusi baru terkait banjir perkotaan di Indonesia, yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Kali ini, luapan Sungai Kali Jombang yang melintasi Jalan Trunojoyo kembali merendam rumah-rumah warga di Kelurahan Patemon dan Desa Laden, terutama saat hujan deras mengguyur wilayah utara kota.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan pun bergerak cepat dengan menggandeng Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur untuk mengatasi permasalahan tersebut secara menyeluruh.
"Ini sebagai bentuk kepedulian Pemprov Jatim dalam berupaya menekan risiko banjir perkotaan yang selama ini menjadi persoalan di kabupaten ini," kata Wakil Bupati Pamekasan Sukriyanto, melansir ANTARA, Selasa (27/5/2025).
Pengerukan Sungai Kali Jombang menjadi langkah awal. Menurut Sukriyanto, permintaan bantuan dari Pemkab disambut cepat oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yang bahkan turun langsung meninjau proses pengerukan. Ia menyatakan kesiapan membantu menyelesaikan masalah banjir yang kerap terjadi. Tak hanya soal pengerukan, setidaknya 14 item perbaikan diajukan, termasuk pembangunan pintu air dan perbaikan drainase.
Hutan Kota Bisa Jadi Solusi Mencegah Banjir
Meski respons pemerintah patut diapresiasi, penanganan banjir sejatinya tak cukup hanya bersandar pada rekayasa infrastruktur. Perlu pendekatan yang lebih berkelanjutan dan berpandangan ke depan. Dalam konteks ini, hasil riset dari Jerman dapat menjadi referensi berharga.
Melalui proyek FutureBioCity dan GrüneLunge, tim peneliti dari Karlsruhe Institute of Technology (KIT), Jerman, menemukan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) dan hutan kota bukan hanya berfungsi estetis atau sebagai tempat rekreasi, tetapi juga memainkan peran krusial dalam mengatasi tantangan lingkungan kota, termasuk banjir dan gelombang panas.
"Kami meneliti seberapa banyak pohon tambahan di kota dapat membantu mengurangi banjir dalam peristiwa hujan ekstrem dengan memperlambat aliran air yang mengalir," jelas Dr. Somidh Saha, pemimpin proyek penelitian tersebut, melansir EurekAlert!.
Baca Juga: Penampakan 95 Hektar Lahan Pertanian Terendam Banjir di Ciamis
Dengan menggunakan simulasi lima tahun di kota Karlsruhe, tim menemukan bahwa menambah pohon hingga 30 persen mampu mengurangi limpasan air hujan sebesar 58 persen dan menurunkan jumlah jam paparan panas ekstrem hingga 64 persen.
Ini membuktikan bahwa hutan kota dan taman bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian dari sistem mitigasi iklim dan manajemen bencana yang efektif.
Lebih jauh, penelitian ini juga menunjukkan bahwa keragaman spesies pohon dalam RTH meningkatkan kenyamanan dan kesehatan masyarakat.
"Ini menunjukkan bahwa taman-taman masa depan sebaiknya dirancang seberagam dan sealami mungkin agar menarik bagi masyarakat," kata Saha.
Bila dikaitkan dengan kasus banjir di Pamekasan, hasil riset ini membuka cakrawala baru. Pengerukan dan perbaikan drainase memang langkah krusial dalam jangka pendek.
Namun, untuk jangka panjang, Pemkab Pamekasan dapat mempertimbangkan pembangunan dan revitalisasi ruang terbuka hijau yang beragam dan padat pepohonan sebagai bagian dari strategi adaptasi iklim.