suara hijau

Dari Beruang Kutub Hingga Penyu: Kisah Tragis Satwa Liar Korban Perubahan Iklim

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:00 WIB
Dari Beruang Kutub Hingga Penyu: Kisah Tragis Satwa Liar Korban Perubahan Iklim
Ilustrasi penyu di laut terancam punah karena krisis iklim. (Photo by Brady Knoll/Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perubahan iklim tak hanya berdampak pada manusia dan infrastruktur. Di balik bencana alam dan gelombang panas yang menghantam kota-kota besar, terdapat ancaman yang tak kalah serius bagi satwa liar.

Laman resmi World Wildlife Fund (WWF) merilis penilaian kerentanan terhadap perubahan iklim yang menyoroti kondisi 10 spesies penting di berbagai belahan dunia.

Laporan ini menjadi pengingat bahwa konservasi tidak bisa lagi hanya berfokus pada perlindungan habitat atau pengendalian perburuan ilegal. Perubahan iklim kini menjadi variabel kunci yang menentukan keberlangsungan hidup spesies-spesies langka di alam liar.

Satwa-Satwa yang Kian Terdesak

Salah satu contoh paling nyata adalah beruang kutub (Ursus maritimus), yang sangat bergantung pada es laut Arktik untuk berburu dan berkembang biak. Peningkatan suhu global yang menyebabkan mencairnya es secara drastis membuat spesies ini berada di ujung tanduk.

Meski dikenal sebagai pemangsa yang fleksibel, kemampuan adaptasi mereka terbatas jika habitat utamanya terus menghilang.

Situasi serupa dialami harimau (Panthera tigris) dan macan tutul salju (Panthera uncia). Kedua spesies predator ini menghadapi ancaman serius akibat menyusutnya hutan dan gangguan aktivitas manusia, yang makin diperparah oleh perubahan iklim.

Perubahan suhu dan curah hujan di wilayah pegunungan Asia, misalnya, mendorong perluasan area pemukiman dan pertanian yang masuk ke dalam habitat satwa.

Ketergantungan Tinggi, Risiko Tinggi

Baca Juga: Apa Beda Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, Sering Salah Kaprah

Spesies yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap jenis makanan atau habitat tertentu, seperti panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca) yang bergantung pada tanaman bambu, juga termasuk yang paling rentan.

Jika siklus pertumbuhan bambu terganggu akibat perubahan iklim, maka populasi panda akan ikut terdampak.

Kondisi serupa juga dialami oleh penyu hijau (Chelonia mydas) yang jenis kelaminnya ditentukan oleh suhu pasir tempat telur menetas.

Kenaikan suhu global dapat mengganggu keseimbangan jenis kelamin dalam populasi, yang berujung pada penurunan jumlah penyu jantan di masa depan.

Masih Ada Harapan dari Ketangguhan Alam

Meski demikian, tidak semua spesies benar-benar tanpa perlindungan. Beberapa hewan menunjukkan ketahanan yang mengejutkan.

Cheetah (Acinonyx jubatus), misalnya, hanya membutuhkan air setiap tiga hingga empat hari, menjadikannya relatif tangguh di daerah yang kering.

Gajah Afrika dan Asia juga hidup di berbagai tipe habitat, meskipun tetap sangat bergantung pada ketersediaan air dan makanan.

Kupu-kupu monarch (Danaus plexippus) menunjukkan sisi adaptif lain dari satwa liar. Meski sangat sensitif terhadap perubahan musim, siklus hidup mereka yang cepat memungkinkan regenerasi yang lebih fleksibel dalam menghadapi kondisi lingkungan baru.

Strategi Konservasi Harus Berbasis Iklim

Penilaian WWF ini menegaskan bahwa konservasi tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan konvensional. Setiap spesies memiliki karakteristik unik yang membuat mereka bereaksi berbeda terhadap dampak iklim.

Oleh karena itu, strategi konservasi harus dirancang secara spesifik, dengan mempertimbangkan aspek ketahanan dan kerentanan masing-masing spesies.

Langkah konkret yang direkomendasikan mencakup:

  1. Memprioritaskan spesies dengan tingkat risiko tertinggi
  2. Menyesuaikan strategi adaptasi berdasarkan kemampuan spesies untuk bertahan
  3. Mengintegrasikan data perubahan iklim dalam program perlindungan habitat dan populasi
  4. Mengalokasikan sumber daya konservasi secara lebih efisien

Ancaman Nyata, Tindakan Mendesak

Dari sepuluh spesies yang dinilai, tujuh di antaranya berstatus "Terancam Punah" dalam daftar merah IUCN. Data ini menjadi alarm serius bahwa tanpa intervensi cepat dan terkoordinasi, risiko kepunahan akan semakin besar.

Perubahan iklim bukan hanya ancaman global yang abstrak—ia menimbulkan dampak langsung terhadap satwa liar. Melindungi mereka berarti juga menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan hidup di bumi. Konservasi kini tak hanya menjadi pilihan, tapi keharusan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI