Jaksa kemudian mempertanyakan jabatan Zarof saat menerima uang tersebut. Zarof mengakui uang itu diterima saat menjabat Sekretaris Ditjen Peradilan Umum (Badilum) MA.
"Dari waktu jabatan apa, Direktur Pidana?” kata jaksa.
"Bukan, Direktur Pidana nggak masuk hitungan itu, Pak," sahut Zarof.
"Sejak kapan?" lanjut jaksa.
"Dari waktu jadi Ses (Sekretaris Ditjen Peradilan Umum MA) itu saya itu, itu dari bisnis bisnisnya mulai dari Ses," timpal Zarof.
"Kalau direktur pidana belum?" tambah jaksa.
"Ya itu saya terus terang dikasih Rp 500 ribu, Rp 300 ribu," sahut Zarof.
Saat menjadi Sekretaris Ditjen Peradilan Umum (Ses Badilum) MA, Zarof mengatakan dia bertugas memilah administrasi berkas perkara yang masuk.
Dengan begitu, Zarof bisa memantau proses perkara yang ada. Jaksa mempertanyakan cara Zarof memanfaatkan posisinya itu untum menjadi mafia perkara.
Baca Juga: Skandal Vonis Ronald Tannur, Giliran Zarof Ricar dan Erintuah Damanik jadi Saksi Rudi Suparmono
"Jadi gini, biasanya dia datang orang itu, 'Pak, perkara saya sudah putus', 'terus?', 'saya minta dipercepat, Pak'. Wah nanti dulu berkasnya sudah kembali ke tempat kita belum, tapi itu berjalannya waktu hanya 2 tahun atau apa sudah tidak lagi, modelnya sudah berubah, semua perkara langsung dari Panmud," tutur Zarof.
"Berati ada proses yang tadinya belum online masih bisa di keep secara manual ya?" tanya jaksa.
"Iya, itu keep secara manual hanya sebatas kalau perkara itu sudah putus minta dipercepat pengiriman putusannya," tandas Zarof.
Zarof disebut menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama 10 tahun menjadi pejabat MA. Dia juga disebut terlibat sebagai makelar kasus dalam perkara Ronald Tannur dengan menerima uang suap dari Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Diketahui, pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat didakwa menyuap enam hakim untuk membebaskan kliennya dalam kasus pembunuhan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan enam hakim itu terdiri dari tiga pada pengadilan tingkat pertama dan tiga pada tingkat kasasi.