Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menanggapi isu pengangguran di Indonesia dengan pernyataan yang menyentil dalam pidatonya pada pembukaan Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Selasa (3/6/2025).
Bahlil Lahadalia menyebut bahwa masyarakat seharusnya melakukan introspeksi dan tidak “kufur nikmat” ketika berbicara soal ketersediaan lapangan kerja di Indonesia.
Pernyataan tersebut dilontarkan Bahlil Lahadalia di tengah pembahasan mengenai upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor strategis seperti lifting minyak dan hilirisasi industri.
Menurutnya, dua sektor tersebut memiliki potensi yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja dengan jumlah signifikan.
"Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa lapangan pekerjaan tidak ada, saya pikir harus kita menjadi introspeksi kolektif gitu ya dan jangan kufur nikmat," kata Bahlil Lahadalia.
Ia juga menjelaskan bahwa hingga tahun 2030, pemerintah menargetkan proyek-proyek di sektor minyak dan hilirisasi industri mampu menyerap 6,2 juta tenaga kerja secara langsung.
Angka tersebut belum termasuk efek berantai dari kegiatan ekonomi yang akan mendorong terciptanya lapangan kerja tambahan di sektor pendukung. Menurut data yang diterima Kementerian ESDM, terdapat 3.764 jenis pekerjaan di sektor ini.
Dari jumlah tersebut, 79 persen berada di sektor energi baru dan konservasi energi (EBTKE), 14 persen berada di sektor minyak dan gas bumi (migas), serta tujuh persen berada di sektor geologi, mineral, dan batubara (geominerba).
Namun, masih ada sekitar 487 jenis pekerjaan yang belum banyak diketahui masyarakat.
Baca Juga: CEK FAKTA: Lowongan Kerja Relawan Iduladha Bergaji Rp 5 Juta, Benarkah?
Dorongan Peningkatan Kualitas SDM
Lebih lanjut, Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi dinamika pasar kerja.
Ia mendorong masyarakat, khususnya pencari kerja, untuk aktif menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri modern. Hal ini menurut Bahlil Lahadalia menjadi salah satu langkah konkret untuk memanfaatkan peluang kerja yang terus berkembang.
Bahlil Lahadalia juga mengajak lembaga pendidikan tinggi, khususnya universitas dan perguruan tinggi, untuk segera melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran. Sebab ia menilai banyak kampus di Indonesia belum mampu mencetak lulusan yang siap pakai di sektor industri yang sedang tumbuh.
"Kampus segera menyesuaikan. Jangan kampus melahirkan output lulusan kampus yang tidak adaptif dengan tuntutan lapangan pekerjaan. Nanti orang Papua bilang tulis lain, baca lain, bikin lain," ujarnya.
Menurutnya, universitas perlu melakukan reformasi pendidikan agar dapat mencetak lulusan yang tidak hanya memiliki gelar akademik, tetapi juga kompetensi teknis dan soft skills yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
Tantangan Pengangguran
Pernyataan Bahlil Lahadalia muncul di tengah kekhawatiran atas peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia. Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional (IMF), Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di Asia setelah Pakistan dan Cina.
IMF memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia pada 2025 berada di angka 5 persen dan diprediksi meningkat 0,1 persen dalam tiga tahun mendatang.
Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia pada tahun ini meningkat sebanyak 3,67 juta orang menjadi 153,05 juta jiwa. Namun tidak seluruhnya terserap oleh pasar kerja.
Hingga Februari 2025, jumlah pengangguran di Indonesia tercatat sebanyak 7,28 juta orang, naik 83.450 orang dibandingkan Februari 2024.
BPS juga mencatat bahwa sebagian besar pengangguran berasal dari lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi, yang menunjukkan adanya kesenjangan antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri.