Nasib Raja Ampat, "Surga Terakhir di Bumi" yang Terancam Karena Ambisi Tambang

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 06 Juni 2025 | 14:49 WIB
Nasib Raja Ampat, "Surga Terakhir di Bumi" yang Terancam Karena Ambisi Tambang
Raja Ampat - Profil Provinsi Papua Barat Daya. (Pixabay/blackinkstudio07)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Namun, sejak 2008, ANTAM mengakuisisi seluruh saham APN Pty Ltd, sehingga kendali penuh GAG Nikel berada di tangan ANTAM. Fakta ini menempatkan ANTAM sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas dampak lingkungan dari operasi PT GAG Nikel. Sebagai BUMN, seharusnya ANTAM memegang standar keberlanjutan yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan swasta, namun realita di lapangan justru mengkhawatirkan.

Greenpeace protes tambang nikel di Raja Ampat [Antara]
Greenpeace protes tambang nikel di Raja Ampat [Antara]

Greenpeace secara terang-terangan menuduh aktivitas tambang ini melanggar Undang-Undang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang seharusnya melindungi wilayah-wilayah seperti Raja Ampat.

Raja Ampat bukan hanya sekadar destinasi wisata; ia adalah sebuah ekosistem yang sangat kaya secara ekologis dan memiliki nilai budaya tinggi.

Dijuluki "surga terakhir di bumi" dan rumah bagi 75% terumbu karang terbaik dunia, pesonanya telah menarik wisatawan, peneliti, dan pecinta alam dari seluruh penjuru dunia. Nama Raja Ampat telah mendunia sebagai simbol keindahan bawah laut yang tak tertandingi dan keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Namun, semua pesona ini kini berada di ujung tanduk. Laporan kerusakan hutan seluas lebih dari 500 hektare dan ancaman terhadap terumbu karang adalah pukulan telak bagi citra Raja Ampat dan Indonesia di mata dunia. Jika aktivitas tambang ini terus berlanjut atau tidak diawasi secara ketat, bukan hanya ekosistem yang hancur, tetapi juga industri pariwisata lokal yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Raja Ampat.

Menteri ESDM Bahlil mencoba membantah kabar bahwa aktivitas pertambangan GAG Nikel berlangsung di Pulau Piaynemo, salah satu ikon pariwisata Raja Ampat. Menurutnya, penambangan dilakukan di Pulau Gag, yang jaraknya kurang lebih 30-40 km dari Pulau Piaynemo. "Wilayah Raja Ampat itu betul menjadi wilayah pariwisata yang kita harus lindungi," kata Bahlil. Namun, jarak puluhan kilometer tidak lantas menghilangkan ancaman. Polusi air, sedimentasi, dan perubahan ekosistem di satu pulau dapat dengan mudah menyebar ke wilayah lain yang berdekatan, mengancam seluruh keindahan Raja Ampat.

Sementara itu, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Ade Triaji Kusumah, memberikan sedikit angin segar dengan menyatakan tidak menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) baru di Raja Ampat.

"Intinya yang baru kita hentikan, yang lama kita evaluasi dan awasi ketat," kata Ade. Namun, komitmen ini masih dipertanyakan mengingat sudah ada dua PPKH yang diterbitkan pada tahun 2020 dan 2022.

Baca Juga: Tak Takut Tekanan Asing, Bahlil Sebut Negara Lain Mulai Pakai LSM Hantam Program Hilirisasi Nikel

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI