Sebab, kebanyakan pengunjung PIK 2 menggunakan kendaraan pribadi dan harus menempuh jarak yang jauh.
“Ya, saya kemarin menggunakan ke-PIK2 nyoba. Ya kesan saya begini, kalau ke-PIK2 itu lebih pada orang-orang dari Jakarta atau di mana pun. Kesannya PIK2 itu bukan untuk orang mewah saja gitu loh," ujar Djoko kepada Suara.com, Rabu (11/6/2025).
"Jadi kalangan bawah juga bisa menikmati ke sana tanpa harus bawa kendaraan pribadi,” katanya menambahkan.
Djoko menyebut bahwa kawasan PIK 2 kini bukan lagi destinasi eksklusif. Karena tersedianya angkutan umum, masyarakat dari berbagai latar belakang ekonomi bisa mengakses kawasan tersebut dengan lebih mudah, termasuk pekerja dan keluarga yang ingin menikmati fasilitas pantai di sana.
“Nah di PIK2 itu mereka punya Ancol kedua lah walaupun sedikit, ya ada pantai di situ. Nah itu yang bisa saya lihat kemarin, ada orang yang kelas menengah ke bawah lah. Dia lihat pantai, bawa anaknya, berhenti di situ. Itu yang saya lihat,” ucapnya.
Meski begitu, Djoko menegaskan bahwa angkutan umum seperti Transjabodetabek bukan solusi langsung untuk mengatasi kemacetan di wilayah tersebut.
Menurutnya, kelas pengguna layanan ini umumnya adalah pekerja yang tidak tinggal di kawasan PIK 2 dan sangat bergantung pada moda transportasi publik.
“Tapi kalau mengatasi kemacetan saya kira beda ya kelasnya. Tapi untuk orang-orang yang bekerja di sana, (angkutan umum) dibutuhkan. Kalau kelas menengah ke bawah kan dia juga butuh transportasi umum, pekerja-pekerja yang bukan tempat tinggal di situ kan," tuturnya.
Baca Juga: Jangan Salah! Ini Bedanya JakLingko dan Mikrotrans?