Keluarga Korban Tragedi Semanggi Khawatir Pembelokan Sejarah, Sumarsih Ultimatum Menbud Fadli Zon

Senin, 16 Juni 2025 | 16:10 WIB
Keluarga Korban Tragedi Semanggi Khawatir Pembelokan Sejarah, Sumarsih Ultimatum Menbud Fadli Zon
Keluarga Korban Tragedi Semanggi Khawatir Pembelokan Sejarah, Sumarsih Ultimatum Menbud Fadli Zon. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah banjir kritikan terhadap Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon soal pernyataannya soal pemerkosaan massal 1998, Maria Katarina Sumarsih, ibunda mendiang mahasiswa Trisakti, Realino Norma Irawan alias Wawan ikut bersuara.

Ibu dari korban pelanggaran HAM Semanggi I itu mewanti-wanti pemerintah soal proyek penulisan ulang sejarah yang rencananya dibuat oleh Menbud Fadli Zon.

Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, @sumarsihmaria pada Senin (16/6/2025), pencetus aksi Kamisan di depan Istana Negara itu pun mengaku khawatir ada pembelokan sejarah jika pemerintah tidak memasukan kasus-kasus pelanggaran HAM pada Mei 98 dalam proyek yang kini digaungkan oleh Fadli Zon.

"Penulisan ulang Buku Sejarah Nasional Indonesia tanpa mencantumkan pelanggaran berat HAM Semanggi I - 13 November 1998 dan pelanggaran berat HAM lainnya adalah tindakan manipulasi untuk menciptakan Sejarah Baru yang bengkok," ujar Sumarsih dikutip Suara.com, Senin.

Seolah mengingatkan tragedi Semanggi I pada 1998, Sumarni turut membagikan momen penghormatan terakhir para mahasiswa terhadap Wawan yang sudah ada di dalam peti jenazah.

Selain itu, Sumarsih juga membagikan ulang foto yang menampikan seorang prajurit TNI kala berada di atas sebuah kendaraan taktis. Diduga dua foto yang dibagikan Sumarni menandakan adanya keterlibatan militer atas tewas Wawan.

"Macam bijak apa yang kau lakukan @fadlizon?" tulis Sumarsih.

Unggahan Sumarsih pun menuai atensi dari kalangan netizen. Hingga berita ini diturunkan, postingan Sumarsih mendapatkan 2 ribu lebih suka dan belasan komentar. Rata-rata netizen memberi dukungan kepda Sumarsih yang hingga kini tegar untuk mencari keadilan terkait kasus kematian putranya.

"Sudah terjadi sejak orde baru Bu, apalagi rezim saat ini Neo orba jadi ga kaget. Sehat terus ya Bu. Di sini saya ikut melawan," tulis salah satu netizen.

Baca Juga: Tepis Fadli Zon? Viral BJ Habibie Bongkar Fakta Pemerkosaan Massal 98: Kita Mengutuk Tindakan Biadab

"Hidup korban, jangan diam. Jangan diam, L A W A N," timpal netizen lainnya.

Klarifikasi Fadli Zon

Hari ini, Fadli Zon akhirnya buka suara setelah banjir kritikan terkait pernyataannya soal pemerkosaan massal saat kerusuhan Mei 1998. Alih-alih meminta maaf, Fadli Zon justru tampak ngotot soal pernyataannya sebelumnya soal pemerkosaan massal saat tragedi berdarah 98 hanya rumor.

"Saya menyampaikan apresiasi terhadap publik yang semakin peduli pada sejarah termasuk era transisi reformasi pada Mei 1998. Peristiwa huru hara 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif termasuk ada atau tidak adanya “perkosaan massal.” Bahkan liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal “massal” ini," tulis Fadli Zon.

Demikian pula, kata Fadli, laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku.

Di sinilah, menurutnya, perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri.

“Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya.

“Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan," sambung Fadli Zon.

Pernyataan Fadli dalam sebuah wawancara publik menyoroti secara spesifik perlunya ketelitian dan kerangka kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal,”yang dapat memiliki implikasi serius terhadap karakter kolektif bangsa dan membutuhkan verifikasi berbasis fakta yang kuat.

Pernyataan tersebut bukan dalam rangka menyangkal keberadaan kekerasan seksual, melainkan menekankan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat memberikan pidato dalam diskusi publik "Sastra Mendunia" di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (11/6/2025) [Suara.com/ANTARA]
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat memberikan pidato dalam diskusi publik "Sastra Mendunia" di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (11/6/2025) [Suara.com/ANTARA]

“Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik," katanya.

Istilah ‘massal’ menurutnya juga telah menjadi pokok perdebatan di kalangan akademik dan masyarakat selama lebih dari dua dekade, sehingga sensitivitas seputar terminologi tersebut harus dikelola dengan bijak dan empatik.

“Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif," ujar Fadli Zon.

Menanggapi kekhawatiran terkait penghilangan narasi perempuan dalam buku Sejarah Indonesia, Fadli menyampaikan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Justru sebaliknya, salah satu semangat utama penulisan buku ini adalah memperkuat dan menegaskan pengakuan terhadap peran dan kontribusi perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa.

Dia menjelaskan, dalam perkembangan penulisan hingga Mei 2025, pembahasan mengenai gerakan, kontribusi, peran, dan isu-isu perempuan telah diakomodasi secara substansial dalam struktur narasi sejarah

Dikecam hingga Wajib Minta Maaf

Diketahui, Menbud Fadli Zon ramai disorot setelah menyebut jika korban pemerkosaan dalam tragedi kerusuhan 98 hanya rumor belaka. Walhasil, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengecam hingga mendesak agar Fadli Zon menyampaikan permintaan maaf ke publik.

Kecaman itu diserukan oleh koalisi sipil karena pernyataan Fadli Zon dinilai telah menyakiti korban, mengaburkan fakta sejarah, dan menghambat upaya penegakan keadilan atas pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia mengatakan bahwa pernyataan Fadli Zon itu sebagai bentuk penyangkalan terhadap kekerasan seksual yang telah tercatat oleh berbagai lembaga independen.

Seperti Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.

Penyangkalan itu, kata Jane, sangat berbahaya karena dapat melanggengkan budaya impunitas di Indonesia.

"Kami memandang tindakan ini juga merupakan upaya memutus ingatan kolektif dan mengkhianati perjuangan para korban untuk memperoleh pengakuan, keadilan, kebenaran dan pemulihan," ujar Jane dalam keterangannya kepada Suara.com, Jumat (13/6/2025).

Atas hal itu, Jane menuntut Fadli Zon segera mencabut pernyataannya secara terbuka, memberikan klarifikasi, serta menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan keluarga korban pelanggaran berat HAM, khususnya korban kekerasan seksual pada Mei 1998.

Permintaan maaf itu juga harus ditujukan kepada seluruh perempuan Indonesia yang selama ini mendampingi perjuangan korban.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI