Fadli Zon 'Dikuliahi' Mantan karena Tak Mengakui Pemerkosaan

Bernadette Sariyem Suara.Com
Jum'at, 20 Juni 2025 | 15:20 WIB
Fadli Zon 'Dikuliahi' Mantan karena Tak Mengakui Pemerkosaan
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon, tengah menjadi sorotan karena ingin menulis ulang sejarah nasional. Anies Baswedan mengkritik Fadli yang mencoba menyangkal sejarah pemerkosaan massal saat kerusuhan Mei 1998. [Suara.com]

Suara.com - Wacana penulisan ulang sejarah nasional yang digulirkan Kementerian Kebudayaan di bawah pimpinan Fadli Zon telah memicu polemik panas.

Di tengah perdebatan ini, suara mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, menggema.

Anies mengingatkan bahwa luka sejarah, sepahit apa pun, adalah pelajaran yang tidak boleh dihapus atau ditutupi.

Pesan ini menjadi relevan, terutama bagi generasi milenial dan Gen Z, yang mewarisi tanggung jawab untuk memahami dan merawat ingatan kolektif bangsa.

Polemik ini bermula dari rencana Kementerian Kebudayaan untuk menyusun kembali buku sejarah nasional.

Namun, isu ini memanas setelah pernyataan Menteri Fadli Zon yang mempertanyakan bukti konklusif terkait istilah 'pemerkosaan massal' dalam Tragedi Mei 1998 dan menyebutnya sebagai "rumor".

Sontak, pernyataan ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis hak asasi manusia, Komnas Perempuan, hingga politisi lainnya.

Menanggapi hal tersebut, Anies Baswedan menyampaikan pesan yang menyejukkan sekaligus tegas.

Melalui keterangan resminya di media sosial X, Anies menekankan bahwa kebesaran sebuah bangsa diukur dari kemampuannya menghadapi seluruh lembaran sejarahnya, baik yang gemilang maupun yang kelam.

Baca Juga: Tuai Kecaman Keras! Komdigi Diduga Minta Takedown Postingan yang Kritik Fadli Zon

“Kita adalah bangsa yang besar, dan bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, termasuk sisi-sisi kelam yang pernah terjadi?” ujar Anies, Jumat (20/6/2025).

Dia lalu melanjutkan, "Sejarah akan menjadi cacat dan kehilangan makna bila hanya berisi deretan kisah kemenangan, tanpa menunjukkan luka dan pelajaran yang harus diingat bersama."

Jangan Cederai Sejarah

Bagi Anies, sejarah yang hanya berisi narasi kemenangan dan keberhasilan akan menjadi cacat dan kehilangan maknanya.

Ia berpendapat bahwa mengakui seluruh kebenaran sejarah, mulai dari capaian pembangunan di era Orde Baru hingga tragedi kemanusiaan seperti kekerasan seksual pada Mei 1998, adalah fondasi esensial untuk membangun keadilan dan persatuan yang sejati.

“Sebaliknya, menyangkal atau menghapus sebagian perjalanan bangsa justru akan menjauhkan kita dari cita-cita keadilan sosial dan melemahkan persatuan,” tegas Anies.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI