BASARNAS Dituding Lelet, Kenapa Evakuasi Juliana Marins Tak Bisa Gunakan Helikopter?

Yazir F Suara.Com
Rabu, 25 Juni 2025 | 16:59 WIB
BASARNAS Dituding Lelet, Kenapa Evakuasi Juliana Marins Tak Bisa Gunakan Helikopter?
Kenapa Evakuasi Juliana Marins Tak Bisa Gunakan Helikopter?

Ketinggian ini menjadi faktor pembatas utama bagi performa helikopter.

Gerry menjelaskan bahwa untuk mengangkat korban menggunakan tali (hoisting), helikopter harus berada dalam posisi diam di udara (hover).

Ada dua jenis hover, yakni Hover In Ground Effect (IGE) dan Hover Out of Ground Effect (OGE).

Hover IGE terjadi ketika helikopter terbang rendah (sekitar 10-15 meter) di atas permukaan datar, di mana ia mendapat "bantalan" dari tekanan udara yang dipantulkan tanah. Ini tidak mungkin dilakukan di lereng gunung.

Oleh karena itu, helikopter harus melakukan Hover OGE, atau melayang tanpa bantuan pantulan dari daratan. Di sinilah masalah utamanya.

"Untuk helicopter AW139 (milik BASARNAS), ketinggian maksimum untuk hover OGE adalah 8.130 kaki diatas permukaan laut. Untuk AS365, hover OGE maksimum bisa dilakukan di 3.740 kaki," jelas Gerry.

Dengan korban berada di 9.400 kaki, kedua tipe helikopter andalan BASARNAS tersebut secara teknis tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hover dan hoisting di ketinggian tersebut.

"Jadi disini bisa kelihatan, heli BASARNAS tidak akan bisa melakukan hoisting rescue korban, mau cuacanya bagus sekalipun," tegasnya.

Sebagai perbandingan, helikopter militer sekelas Blackhawk pun memiliki batas Hover OGE maksimal di 6.200 kaki.

Baca Juga: Tragedi Rinjani: Di Balik Evakuasi Mustahil, Mengapa Netizen Brasil Ramai 'Mengadu' ke Prabowo?

Penjelasan Gerry memicu diskusi lebih lanjut. Seorang warganet berkomentar bahwa peralatan evakuasi Indonesia belum memadai.

"Mungkin dengan medan yang ada petugas kelabakan, ditambah alat-alat yang terbatas. Biar ini jadi pelajaran untuk nama Indonesia di kancah internasional," komentarnya.

Gerry menimpali bahwa faktor cuaca di pegunungan Indonesia sangat tidak bisa diprediksi.

"Apalagi di ketinggian segitu. Plus, buat ketinggian segitu, buat search and rescue, heli mana yang bisa? Yang bisa mending taruh di Papua. Lebih dibutuhkan di sana," balasnya, menyinggung soal prioritas alokasi aset.

Di sisi lain, perdebatan juga menyentuh soal tanggung jawab pengelola wisata yang dianggap tidak kompeten sehingga insiden tragis ini bisa terjadi.

Kontributor : Chusnul Chotimah

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

REKOMENDASI

TERKINI