Suara.com - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat sepanjang 2025. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengatakan jumlah laporan yang masuk melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) lebih dari 13 ribu kasus per 27 Juni 2025.
“Pada Januari – 12 Juni 2025 terlaporkan sebanyak 11.850 kasus kekerasan. Angka ini meningkat hingga lebih dari 13 ribu kasus pada 27 Juni 2025. Ini menunjukkan terjadinya darurat kekerasan di Indonesia,” ujar Arifah dalam keterangannya saat bertemu dengan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno, ditulis, Kamis (3/7/2025).
Arifah menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk menekan kekerasan, terutama yang melibatkan anak.
Menurutnya, pola asuh dalam keluarga, penggunaan gawai yang tidak bijak, serta pengaruh lingkungan menjadi faktor pemicu kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Ia menyoroti bahwa sebagian besar kekerasan yang dilakukan oleh anak merupakan hasil dari meniru konten media sosial.
“Hampir sebagian besar kekerasan terhadap anak, khususnya yang dilakukan oleh anak, merupakan hasil dari meniru konten di media sosial. Ditambah dengan tantangan masyarakat kita yang semakin abai,” kata Arifah.
Ia juga menekankan pentingnya pencegahan sejak dini. Salah satunya melalui program Ruang Bersama Indonesia yang bertujuan membangun kembali empati dan solidaritas sosial di lingkungan terdekat.
Arifah menekankan jangan sampai pemerintah hanya bertindak ketika telah terjadi kasus yang tidak diinginkan.
“Kami tidak ingin terus-menerus menjadi pemadam kebakaran ketika terjadi kekerasan. Karena itu, kami menilai pentingnya upaya pencegahan sejak dini, terutama dari lingkup keluarga, penggunaan gawai, hingga pengaruh lingkungan sekitar,” imbuhnya.
Baca Juga: Sindikat Narkoba Kian Sasar Perempuan, Menteri PPPA: Ancaman Serius Bagi Keluarga dan Anak
Terkait momentum Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Arifah menyampaikan bahwa peringatannya akan digelar secara desentralisasi dan ditekankan pada aktivitas bermain tanpa gawai.
Sekolah di berbagai daerah diharapkan ikut menyelenggarakan kegiatan yang mendorong interaksi langsung antara anak dan orang tua.
“Kita ingin mengajak anak-anak bermain bersama orang tua tanpa gawai,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, Menko PMK Pratikno sepakat bahwa penggunaan gawai yang tidak bijak turut menyumbang pada meningkatnya kekerasan terhadap anak.
Ia mendorong penguatan regulasi agar ruang digital lebih aman untuk anak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Pelindungan Anak.
Pratikno juga menekankan pentingnya dukungan pembiayaan negara dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ia menyebut, mekanisme pendanaan yang terintegrasi dibutuhkan untuk memastikan korban mendapat pendampingan, pemulihan, dan akses keadilan secara menyeluruh.