Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan praktik korupsi berupa penerimaan commitment fee dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Sejauh ini, nilai gratifikasi yang terindikasi mencapai sekitar Rp17 miliar.
Dalam kasus ini, mantan Sekjen MPR RI periode 2019–2021, Ma’ruf Cahyono, telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kamis, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait pengadaan di MPR,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).
Dua saksi diperiksa dalam proses penyidikan ini, yakni seorang wiraswasta bernama IIs Iskandar dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat Jenderal MPR RI, Benzoni.
Pemeriksaan fokus pada alur pengadaan barang dan jasa, sistem pembayaran, serta dugaan adanya permintaan commitment fee dalam proses tersebut.
“Penyidik mendalami bagaimana proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kesetjenan MPR RI, bagaimana pembayarannya, serta permintaan commitment fee-nya,” kata Budi.
Mantan Sekjen MPR Jadi Tersangka
KPK secara resmi menetapkan Ma’ruf Cahyono sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia diduga menerima gratifikasi saat menjabat sebagai Sekjen MPR RI.
Baca Juga: Skandal Gratifikasi MPR: KPK Cegah Ma'ruf Cahyono ke Luar Negeri
“Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tersangka berinisial MC, selaku Sekjen MPR RI periode 2019–2021,” ujar Budi Prasetyo, Kamis (3/7/2025).
Saat itu, Ma’ruf menjabat di bawah kepemimpinan Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Namun demikian, KPK masih merahasiakan secara lengkap konstruksi kasus dan peran pihak-pihak lainnya.
Budi menyebut nilai gratifikasi yang terindikasi mencapai belasan miliar rupiah.
“Sejauh ini sekitar belasan miliar. Kurang lebih Rp17 miliar,” ungkapnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (23/6/2025).
KPK masih mengusut aliran dana dan proses pengadaan yang diduga menjadi sumber gratifikasi tersebut.
Meski sudah menetapkan satu tersangka, KPK belum membeberkan identitas pelaku lainnya yang mungkin terlibat.
“Saat ini KPK belum bisa menyampaikan siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka dan bagaimana konstruksi utuh perkara ini,” tutur Budi.
“Namun pada saatnya nanti, KPK tentu akan sampaikan terkait konstruksi perkara dan juga pihak-pihak yang bertanggung jawab,” katanya.
Ia hanya menyebut bahwa tersangka yang telah ditetapkan merupakan penyelenggara negara.
KPK sebelumnya telah mengonfirmasi penyidikan baru di lingkungan MPR RI.
Budi Prasetyo mengatakan bahwa perkara ini berkaitan dengan dugaan gratifikasi dalam proses pengadaan.
"Benar, ada penyidikan baru," kata Budi kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).
Namun, ia belum memberikan informasi lebih lanjut soal rincian kasus tersebut maupun pihak-pihak yang terlibat.
“Terkait dugaan gratifikasi pengadaan,” ujarnya singkat.
Respons Sekretaris Jenderal MPR RI
Sekretaris Jenderal MPR RI saat ini, Siti Fauziah, angkat bicara terkait penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut.

Ia menegaskan bahwa perkara itu merupakan kasus lama yang terjadi pada periode 2019–2021 dan tidak melibatkan pimpinan MPR, baik yang saat ini menjabat maupun yang sebelumnya.
“Perlu kami tegaskan bahwa kasus tersebut merupakan perkara lama yang terjadi pada masa 2019 hingga 2021."
"Dalam hal ini, tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI, karena perkara ini merupakan tanggung jawab administratif dan teknis dari sekretariat, dalam hal ini Sekretaris Jenderal MPR RI pada masa itu, yaitu Bapak Dr Ma’ruf Cahyono, SH, MH,” ujar Siti dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/6/2025).
Ia menambahkan bahwa seluruh proses hukum diserahkan sepenuhnya kepada KPK untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"MPR RI menghormati proses hukum yang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menindaklanjuti sesuai kewenangan dan ketentuan hukum," katanya.
Siti kembali menekankan bahwa tidak ada pimpinan MPR yang terlibat dalam kasus ini.
“Sekali lagi kami sampaikan, tidak ada keterlibatan pimpinan MPR, baik yang saat ini menjabat maupun pimpinan pada periode sebelumnya. Fokus perkara ini berada pada ranah administratif sekretariat jenderal pada masa itu,” katanya.