Viral 2025, Tradisi Pacu Jalur Jadi Gaya Baru Atlet Dunia, Ini Asal Usulnya

Tasmalinda Suara.Com
Minggu, 06 Juli 2025 | 12:56 WIB
Viral 2025, Tradisi Pacu Jalur Jadi Gaya Baru Atlet Dunia, Ini Asal Usulnya
anak-anak di Pacu Jalur Riau

Suara.com - Pacu Jalur bukan kompetisi biasa.

Ia adalah denyut sejarah, budaya, dan identitas masyarakat Kuantan Singingi.

Kini, lewat satu video singkat, nilai-nilai luhur dari jalur dan anak pacunya merambat cepat ke seluruh dunia, menjelma sebagai tren kekuatan batin bernama "aura farming".

Sejarah jalur bermula dari abad ke-17, sebagai moda transportasi utama warga Riau.

Perahu panjang ini dulu membawa hasil bumi dan rakyat desa. Tapi ketika ukiran kepala naga dan harimau mulai dipasang, jalur menjelma simbol sosial.

Kini, nilai spiritual dan estetikanya menjadi inspirasi bagi para atlet.

Di tepian Sungai Batang Kuantan, riuh sorak penonton berpadu dengan dentuman meriam penanda lomba dimulai.

Jalur-jalur panjang berhiaskan ukiran naga dan harimau meluncur seperti anak panah, didayung puluhan anak muda penuh semangat.

Inilah Pacu Jalur, pesta rakyat yang bukan hanya milik Riau, tapi kini milik Indonesia bahkan dunia.

Baca Juga: 7 Fakta Menakjubkan Pacu Jalur 2025: Tradisi Lokal Riau yang Jadi Sorotan Dunia

Dari Perahu Angkut Menjadi Simbol Harga Diri

Tak banyak yang tahu, tradisi yang begitu meriah ini berakar dari sejarah panjang yang bersahaja.

Di abad ke-17, ketika belum ada jalan darat yang layak, warga di sepanjang Rantau Kuantan  dari Hulu Kuantan hingga Cerenti hanya mengandalkan jalur yakni perahu panjang dari kayu bulat tanpa sambungan, untuk mengangkut pisang, tebu, dan hasil bumi lainnya.

Namun perlahan, jalur bukan lagi sekadar alat angkut. Ia diukir, dipercantik, dan diperlengkapi dengan selembayung, gulang-gulang, dan lambai-lambai, menunjukkan status sosial pemiliknya.

Hanya para datuk, bangsawan, dan pemimpin kampung yang berhak naik jalur berhias. Di titik inilah jalur berubah: dari sarana menjadi identitas.

Lomba Pacu Jalur: Dari Sungai, Lahir Solidaritas

Seratus tahun setelahnya, muncul ide: mengadu kecepatan antar jalur. Dari sekadar alat, kini ia menjadi arena kompetisi, adu kekompakan dan semangat kolektif.

Awalnya digelar dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam di kampung-kampung.

Tapi kini, setiap bulan Agustus, Pacu Jalur menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan kemerdekaan Indonesia.

Di hari pelaksanaan, kota Teluk Kuantan berubah total.

Arus manusia mengalir seperti sungai: perantau pulang, warung tenda penuh, jalan-jalan macet. Jalur yang ikut bisa mencapai lebih dari 100, masing-masing berisi 45 hingga 60 anak pacu, siap berlaga dalam adu kecepatan yang bukan hanya soal menang, tapi juga kehormatan kampung.

Penjajahan Belanda Tak Hentikan Tradisi Ini

Uniknya, Pacu Jalur bahkan bertahan di masa penjajahan.

Pemerintah kolonial Belanda pernah memanfaatkan lomba ini untuk memeriahkan perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina tiap 31 Agustus.

Tapi bagi rakyat Kuantan Singingi, maknanya lebih dalam: cara merawat jati diri dan kebersamaan, bahkan ketika kemerdekaan belum diraih.

Tradisi ini berlangsung 2 hingga 3 hari, disesuaikan dengan jumlah jalur yang bertanding. Ritual pembuka, tabuhan gendang, hingga yel-yel khas tiap kampung menjadikan festival ini bukan sekadar balap perahu, tapi juga panggung budaya yang lengkap.

Zaman berubah, tapi Pacu Jalur tetap hidup. Malah kini, kostum para pendayung kian meriah, ukiran perahu makin detail, dan dokumentasi dari drone membuatnya viral di media sosial.

Tak jarang bocah-bocah kecil yang ikut memimpin semangat para pendayung mencuri perhatian netizen dunia.

Dari sinilah muncul istilah viral terbaru: “aura farming” — gaya mental pemenang yang kini ditiru atlet dunia.

Lebih dari Lomba, Ini Adalah Warisan Jiwa

Pacu Jalur bukan sekadar tradisi. Ia adalah denyut nadi masyarakat Kuantan Singingi. Sebuah panggung sosial, spiritual, dan budaya yang menyatukan generasi dari nenek moyang yang mengukir lambung jalur, hingga bocah kecil di ujung perahu yang berdiri membawa semangat zaman.

Dan setiap tahun, ketika dentum meriam bergema dan jalur meluncur di atas air, rakyat tahu: mereka sedang merayakan bukan hanya kecepatan, tapi sejarah panjang kebanggaan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI