Menjajaki Kawruh: Seni, Desa, dan Kembali Membaca Diri dalam Biennale Jogja 18

Rabu, 09 Juli 2025 | 20:36 WIB
Menjajaki Kawruh: Seni, Desa, dan Kembali Membaca Diri dalam Biennale Jogja 18
Acara Gathering Media yang diadakan oleh Biennale Jogja 18 di Kampoeng Mataram pada Rabu (09/07/2025) [Prayogi Restu/ pemagang suarajogja)

Seni, menurut mereka, menjadi jembatan antara pengetahuan lokal dan global, yang tetap berpijak pada konteks komunitas serta solidaritas.

Biennale Jogja sebagai Undangan Belajar

Gathering Media yang diinisiasi oleh Biennale jogja 18 2025
Acara Gathering Media yang diadakan oleh Biennale Jogja 18 di Kampoeng Mataram pada Rabu (09/07/2025) [Prayogi Restu/ pemagang suarajogja)

Pada penghujung acara temu media, salah satu hal paling menarik dalam sesi tanya jawab media, yakni ketikan Amos menjelaskan mengenai makna internasionalisasi di tubuh Biennale Jogja. 

Ia menekankan bahwa internasionalisme Biennale bukan ajang “pamer” bahwa sudah terkenal di dunia, melainkan soal bagaimana bertemu hal-hal beragam seperti interaksi dan gagasan dari orang lain.

“Bukan internasionalisasinya, tapi justru trans-lokalitasnya itu. Relasi antara lokalitas-lokalitas; konteks-konteks dekat yang berbeda bertemu, lalu percakapan tentang solidaritas (dengan gagasan beragam) itu bisa terbangun,” tutupnya.

Secara singkat, Biennale Jogja 18 2025 yang mengusung tema Kawruh bukan sekadar peristiwa seni, melainkan ajakan untuk belajar bersama: dari desa, dari tubuh, dari relasi yang beragam. Ini adalah ruang di mana seni bukan hanya untuk dilihat, tapi juga dijalani.

Dalam dunia yang serba cepat dan instan, Biennale Jogja 18 dalam Kawruh mengajak kita untuk berhenti sejenak, mengamati, dan mengalami. Sebab, di situlah Kawruh—pengetahuan sejati—lahir.

Untuk informasi lebih lanjut dapat mengunjungi webstie resmi Biennale Jogja, yaitu https://www.biennalejogja.org serta akun instagram resmi, @biennalejogja.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI