Suara.com - Penolakan terhadap rencana ceramah Dr. Zakir Naik di Malang oleh kelompok Arek Malang Bersuara (AMB) bukan tanpa sebab.
Kekhawatiran mereka berakar pada sejumlah pernyataan sang penceramah yang telah menjadi kontroversi global selama bertahun-tahun.
Gaya dakwahnya yang tajam, terutama dalam perbandingan agama, sering dianggap provokatif dan berisiko mengganggu harmoni sosial.
Untuk memahami dasar kekhawatiran tersebut, penting untuk menilik kembali beberapa pernyataan kontroversial yang paling sering dikutip dari Dr. Zakir Naik.
Namun, untuk menjaga keberimbangan, setiap poin kontroversi juga perlu disandingkan dengan klarifikasi atau konteks yang biasa disampaikan oleh pihaknya.
Berikut adalah 5 poin kontroversial utama yang melekat pada sosok Dr. Zakir Naik:
1. Pernyataan Mengenai Osama bin Laden dan Terorisme

Salah satu kutipan Dr. Naik yang paling terkenal dan sering disalahpahami adalah pernyataannya tentang Osama bin Laden.
Dalam sebuah rekaman ceramah, ia berkata, "if he is terrorizing America the terrorist, the biggest terrorist, I am with him. Every Muslim should be a terrorist." (jika dia meneror Amerika sang teroris, teroris terbesar, saya bersamanya. Setiap Muslim seharusnya menjadi teroris).
Baca Juga: Profil Dr Zakir Naik Safari Ceramah di Indonesia: dari Pisau Bedah hingga Bisnis Jutaan Dolar
Klarifikasi dan Konteks: Dr. Naik dan para pendukungnya berargumen keras bahwa kutipan ini dipotong dan diambil di luar konteks.
Klarifikasinya adalah, kata "teroris" ia definisikan sebagai "seseorang yang menebar teror". Ia melanjutkan, seorang perampok akan merasa diteror oleh polisi.
Maka, bagi perampok, polisi adalah teroris. Dalam konteks ini, ia menyatakan bahwa setiap Muslim harus menjadi "teroris" bagi elemen anti-sosial (penjahat).
Terkait Osama bin Laden, ia menggunakan kalimat pengandaian "jika" dan tidak pernah menyatakan dukungan langsung karena ia mengaku tidak mengenalnya secara pribadi.
Ia juga secara terbuka mengutuk serangan 11 September 2001 sebagai tindakan yang menewaskan ribuan orang tak bersalah.
2. Hukuman Mati bagi yang Murtad (Keluar dari Islam)
Dr. Naik pernah menyatakan bahwa dalam syariat Islam, hukuman bagi seseorang yang murtad (meninggalkan Islam) adalah hukuman mati.
Pernyataan ini dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama universal.
Klarifikasi dan Konteks: Pihaknya menjelaskan bahwa hukuman ini tidak berlaku mutlak bagi setiap orang yang pindah agama.
Konteksnya adalah dalam sebuah negara Islam (khilafah). Hukuman mati tersebut, menurut tafsirannya, baru berlaku jika orang yang murtad itu kemudian secara aktif menyebarkan keyakinan barunya dan secara terbuka mengkritik atau menyerang Islam di ruang publik.
Dalam pandangan ini, tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan (treason) terhadap negara Islam, bukan sekadar pilihan keyakinan pribadi.
3. Larangan Pembangunan Tempat Ibadah Non-Muslim di Negara Islam
Pernyataan kontroversial lainnya dalam ceramahnya, Dr. Naik berpendapat bahwa di sebuah negara yang murni menjalankan syariat Islam, pembangunan tempat ibadah baru bagi non-Muslim (seperti gereja atau kuil) tidak seharusnya diizinkan.
Klarifikasi dan Konteks: Ia memberikan argumen teologis bahwa karena Islam diyakini sebagai agama yang benar, maka mengizinkan pembangunan tempat untuk menyembah "tuhan yang salah" adalah sebuah kontradiksi.
Namun, ia selalu menambahkan bahwa tempat-tempat ibadah non-Muslim yang sudah ada sebelum negara itu menjadi negara Islam harus dilindungi dan tidak boleh dirusak. Jadi, larangan itu berlaku untuk pembangunan baru, bukan untuk menghancurkan yang sudah ada.
4. Komentar Terhadap Etnis Tionghoa dan India di Malaysia

Saat berada di Malaysia, Dr. Naik memicu kemarahan publik ketika ia menyebut etnis Tionghoa Malaysia sebagai "tamu lama" yang seharusnya "pulang" lebih dulu jika mereka ingin dirinya (sebagai "tamu baru") dideportasi.
Ia juga mempertanyakan loyalitas umat Hindu di Malaysia kepada pemerintah. Pernyataan ini membuatnya dilarang berceramah di seluruh Malaysia.
Klarifikasi dan Konteks: Dr. Naik mengklaim komentarnya disalahartikan.
Ia menyatakan bahwa ucapannya adalah respons terhadap desakan kelompok tertentu agar ia diusir dari Malaysia.
Ia menggunakan logika retoris: jika "tamu baru" seperti dirinya diminta pergi, maka secara logis "tamu lama" (merujuk pada leluhur etnis Tionghoa yang juga imigran) harus pergi lebih dulu.
Ia bersikeras itu bukan perintah, melainkan argumen balasan. Meskipun demikian, ia kemudian menyampaikan permintaan maaf atas kesalahpahaman yang ditimbulkan oleh pernyataannya.
5. Gaya Dakwah Perbandingan Agama yang Konfrontatif
Pernyataan kontroversial yang pernah ia sampaikan adalah inti dari keberatan banyak kelompok, termasuk di Malang.
Metode dakwah Dr. Naik yang sering kali membedah kitab suci agama lain, menunjukkannya di depan umum, lalu membandingkannya dengan Al-Qur'an untuk menunjukkan kelemahan atau inkonsistensi, dianggap merendahkan dan tidak menghargai keyakinan lain.
Klarifikasi dan Konteks: Dari sudut pandang Dr. Naik dan organisasinya, metode ini disebut sebagai "dakwah bil-hujjah" (berdakwah dengan argumen/bukti).
Tujuannya, menurut mereka, bukanlah untuk menghina, melainkan untuk membuka dialog intelektual dan menjawab pertanyaan secara logis berdasarkan teks sumber.
Ia sering kali mengundang audiens dari berbagai latar belakang agama untuk bertanya langsung, dan ia menjawabnya dengan mengutip ayat dari kitab suci penanya itu sendiri, yang ia klaim sebagai pendekatan yang jujur dan transparan.