Yakin Tom Lembong Tak Bersalah, Eks Ketua MK Hamdan Zoelva Berharap Hakim Objektif

Rabu, 09 Juli 2025 | 21:40 WIB
Yakin Tom Lembong Tak Bersalah, Eks Ketua MK Hamdan Zoelva Berharap Hakim Objektif
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva berharap hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat bisa menghasilkan putusan yang sesuai fakta dalam kasus dugaan korupsi importasi gula dengan terdakwa Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. [Suara.com/Dea]

Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva meyakini bahwa eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi pada importasi gula kristal mentah.

Dia menilai bahwa Tom Lembong tidak memiliki niat jahat atau mensrea dalam perkara tersebut. Kemudian, dia juga menyebut Tom Lembong tidak melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak menyebabkan kerugian keuangan negara.

"Apalagi tambah lagi satu bahwa terdakwa ini adalah menteri yang melaksanakan tugasnya atas perintah presiden, atas keputusan presiden. Ini masalah kebijakan, jadi kebijakan itu tidak bisa dipidana. Dalam hal ini, dalam lingkup kewenangan presiden," kata Hamdan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

Menurutnya, hakim harus berpegang pada hati nurani dan hukum serta bersikap objektif. Lantaran itu, menurutnya, majelis hakim sudah seharusnya mempertimbangkan fakta-fakta persidangan.

Sebab, dia menegaskan fakta-fakta di persidangan bisa menunjukkan bahwa Tom Lembong tidak bersalah sehingga harus dibebaskan.

"Saya memantau kasus ini dari sejak awal, dari sejak awal diperiksa, awal ditahannya Tom Lembong. Kemudian proses dialog publik yang ada. Kemudian, memantau juga dari jalannya persidangan walaupun saya tidak hadir."

"Kemudian, mendengarkan juga kemarin tuntutan jaksa dan pledoi dari terdakwa hari ini. Maka saya memiliki keyakinan yang sangat kuat (Tom Lembong bebas). Ini dari saya ya, tapi saya tidak tahu hakim," tutur Hamdan.

Hamdan juga berharap agar nantinya putusan hakim bisa obyektif berdasarkan fakta yang ada sebagai dasar memutuskan perkara tersebut.

"Saya berharap hakim benar-benar objektif, memiliki keyakinan berdasarkan fakta dan kebenaran yang ada untuk memberikan keadilan dalam memutus perkara ini," katanya.

Baca Juga: 'Ngemis-ngemis' Minta Dibebaskan, Permintaan Tom Lembong Bakal Dipenuhi Hakim?

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) meminta majelis hakim untuk memberikan hukuman pidana 7 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

Hal itu disampaikan dalam sidang dugaan korupsi pada impor gula kristal mentah yang menjadikan Tom Lembong sebagai terdakwa dengan agenda pembacaan tuntutan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu penjara selama 7 tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

Pendukung Tom Lembong Kecewa

Usai jaksa membacakan amar tersebut, pengunjung sidang yang dipenuhi pendukung Tom Lembong berteriak kecewa.

Selain itu, Tom Lembong juga dituntut untuk membayar pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar, maka diganti 6 bulan kurungan.

Sekadar informasi, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebanyak Rp 515,4 miliar dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016.

Jaksa menjelaskan angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara akibat perkara ini yang mencapai Rp 578,1 miliar berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016 Nomor PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

Diketahui, jaksa mengungkapkan Tom Lembong mengizinkan sejumlah perusahaan swasta untuk melakukan impor gula kristal mentah (GKM).

"Mengimpor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong duduk dalam sidang dugaan korupsi impor gula, di mana ia menjadi tersangka pada Rabu (9/7/2025). Dalam pledoinya Tom mengatakan ia dijerat hukum karena menjadi oposisi Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024. [Suara.com/Dea Hardianingsih Irianto]
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong duduk dalam sidang dugaan korupsi impor gula, di mana ia menjadi tersangka pada Rabu (9/7/2025). Dalam pledoinya Tom mengatakan ia dijerat hukum karena menjadi oposisi Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024. [Suara.com/Dea Hardianingsih Irianto]

Pada 2015, lanjut jaksa, Tom Lembong memberikan Surat Pengakuan sebagai Importir Produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk diolah menjadi GKP pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan/realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.

Lebih lanjut, jaksa menyebut Tom Lembongseharusnya menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula.

Namun, Tom justru menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI- Polri.

Kemudian, Tom Lembong juga disebut memberi penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk melakukan pengadaan GKP dengan cara bekerja sama dengan produsen gula rafinasi.

Mereka disebut telah menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor diatas Harga Patokan Petani (HPP).

“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah,” ujar jaksa.

Perbuatan itu diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI