Suara.com - Kota Jakarta bergantung pada pasokan pangan dari luar wilayah, 98 persen kebutuhan pangan Ibu Kota masih diimpor dari daerah lain. Kondisi ini membuat Jakarta rentan terhadap gangguan distribusi dan lonjakan harga.
Di tengah keterbatasan lahan dan tekanan urbanisasi, pertanian kota (urban farming) muncul sebagai jawaban. Tidak hanya soal ketahanan pangan, tetapi juga upaya membuat kota lebih sehat dan berkelanjutan.
Untuk memperkuat gerakan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menggelar Festival Urban Farming, yang berlangsung 10–12 Juli 2025 di Gedung Nyi Ageng Serang, Setiabudi, Jakarta Selatan.
“Ini adalah Festival Urban Farming yang keempat. Untuk pertama kalinya, kegiatan ini sudah dianggarkan secara resmi dalam APBD. Ini menandakan keseriusan kami bahwa festival ini punya dampak langsung bagi masyarakat,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok seperti dikutip dari ANTARA.

Meski Jakarta adalah kota metropolitan dengan ruang hijau terbatas, Hasudungan yakin urban farming bisa menjadi gerakan nyata.
“Dengan meningkatnya urban farming, masyarakat diharapkan dapat lebih mandiri dalam mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan produktif,” tambahnya.
Festival ini ditargetkan menarik 1.000 pengunjung selama tiga hari. Salah satu program yang paling diminati adalah layanan sterilisasi kucing gratis, yang diprediksi diikuti 500 peserta.
Mengusung tema "Sinergi Global Menuju Kota Hijau Berkelanjutan", Festival Urban Farming 2025 menghadirkan berbagai kegiatan seperti bazar, lomba, pembagian bibit, talk show, hingga kolaborasi dengan figur publik peduli lingkungan.
Baca Juga: Studi: 1 dari 20 Balita Jakarta Kena Pneumonia akibat Polusi Udara