Suara.com - Menteri Agama Nasaruddin Umar memastikan pihaknya telah membentuk tim khusus untuk mencegah kekerasan seksual terjadi di lembaga pendidikan, semisal di pesantren.
Menurutnya, kekerasan seksual yang selama ini terjadi di pesantren bukan benar-benar pesantren. Melainkan, tempat abal-abal yang mencatut nama pesantren.
"Ya itu sudah, sebetulnya bukan pesantren. Di abal-abal, menggunakan produk pesantren," kata Nasaruddin usai rapat tingkat menteri terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (PMK), Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).
Kekininan, Kemenag sudah membentuk tim pencegahan. Nasaruddin berujat tim tersebut merupakan tim khusus.
"Ya kita sudah bentuk timnya. Tidak boleh ada seperti itu lagi ya dan kita bentuk tim khusus pencegahannya," kata Nasaruddin.
Laporan Kasus Meningkat
Sementara itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan adanya peningkatakan tajam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal itu diungkapkan Arifah usai melakukan rapat tingkat menteri perihal masalah tersebut di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Arifah berujar rapat tingkat menteri digelar menyusul peningkatan tajam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Melalui rapat tersebut, jajaran kementerian berdiskusi bersama mengenai Inpres Nomor 5 Tahun 2014.
Baca Juga: Viral Modus Pelecehan Seksual Lewat Loker SPG, Menteri PPPA: Hati-hati, Jangan Mudah Percaya
"Kita ada rapat tingkat menteri untuk berdiskusi bersama Inpers tentang Gerakan Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan dan Anak," kata Arifah, Kamis (10/7/2025).
Arifah lantas memaparkan data laporan mengenai kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak.
Ia berujar sepanjang Januari hingga 14 Juni 2025, ada sekitar 11.800 pelaporan yang masuk di Kementerian PPPA. Terbanyak mengenai kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Kemudian sampai 7 Juli itu sudah ada di angka 13 ribu. Artinya dalam waktu dua Minggu lebih, jumlah kasus yang terlaporkan sudah di atas 2 ribu. Dan ini kasus terbanyak adalah kekerasan seksual, korbannya yang paling banyak adalah perempuan," kata Arifah.
Mirisnya, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan maupun anak terjadi di rumah tangga.
"Lokasi terjadinya paling banyak di rumah tangga," kata Arifah.
Penyebab
Berdasarkan analisis Kementerian PPPA, diketahui ada beberapa penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pertama adalah pola asuh dalam keluarga.
"Yang kedua, penggunaan gadget yang tidak bijaksana. Karena dari beberapa kekerasan yang dialami atau dilakukan kepada anak-anak hampir sebagian besar penyebabnya atau sumbernya dari pengaruh medsos atau gadget," kata Arifah.
Sementara poin ketiga penyebab terjadinya keekrasan terhadap perempuan dan anak adalah faktor keluarga.
"Dari tiga faktor ini, kami merasa kami harus bergandengan tangan. Karena kementerian kami tidak terlalu kuat merangkul perempuan-perempuan Indonesia," kata Arifah.