Suara.com - Pihak Jawa Pos secara resmi menempuh jalur hukum melawan sosok yang pernah menjadi ikon dan membesarkan namanya, Dahlan Iskan. Meski terkesan seperti sebuah pengkhianatan, pihak perusahaan menegaskan ini adalah langkah pahit yang harus diambil demi menyelamatkan aset.
Manajemen Jawa Pos menegaskan bahwa sengketa ini murni soal penertiban aset dan tidak ada niat untuk mengingkari peran besar Dahlan Iskan di masa lalu. Direktur Jawa Pos Holding, Hidayat Jati, menyebut langkah ini sebagai bagian dari upaya bersih-bersih perusahaan.
"Seperti semua aksi korporasi, direksi harus merapikan pembukuan dan menjaga tata kelola perusahaan, dalam memastikan kejelasan status kepemilikan asetnya," ujar Jati dalam keterangannya, dikutip Minggu (13/7/2025).
Menurut Jati, momentum program tax amnesty pemerintah pada 2016 menjadi pemicu utama untuk merapikan seluruh aset perusahaan. Dalam proses inilah, sejumlah aset yang tercatat atas nama pihak lain, termasuk Dahlan Iskan, mulai ditertibkan.
Akar masalah dari sengketa aset yang rumit ini ternyata berasal dari praktik bisnis di masa lalu. Hidayat Jati mengungkapkan, di era kepemimpinan Dahlan Iskan, perusahaan kerap menggunakan praktik nominee atau menitipkan kepemilikan aset dan saham pada nama perorangan, biasanya para direksi.
"Ini dilakukan karena pada era Soeharto, industri media harus punya SIUPP dan izin itu harus atas nama pribadi," jelasnya.
Praktik yang seharusnya berhenti setelah era Reformasi ini sayangnya terus berlanjut. Upaya untuk melakukan balik nama aset-aset tersebut sudah dimulai sejak awal tahun 2001 setelah wafatnya pendiri perusahaan, Eric Samola. Namun, prosesnya berjalan alot karena jumlah aset yang sangat banyak dan tersebar.
Jati mengakui bahwa tidak semua penertiban aset dengan Dahlan Iskan berakhir di pengadilan. Sebagian besar justru berhasil diselesaikan secara damai. Salah satunya terkait kewajiban Dahlan yang timbul dari investasi pribadinya di proyek PLTU Kaltim dan pengolahan nanas.
"Jalan keluarnya dengan menjumpakan kewajiban tersebut dengan saham beliau," ujarnya.
Baca Juga: Kini Jadi Tersangka, Dahlan Iskan Sempat Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Dihentikan
Proses inilah yang membuat kepemilikan saham Dahlan Iskan di Jawa Pos kini berada di angka 3,8 persen.
"Kewajiban Pak Dahlan Iskan pada Jawa Pos itu sangat materiel jumlahnya. Tapi setelah ada pendekatan, semua sepakat dikompensasikan dengan saham beliau. Inilah mengapa saham Pak Dahlan Iskan sejumlah 3.8 persen di Jawa Pos," terang Jati.
Namun, kesepakatan damai tidak tercapai dalam kasus aset PT Dharma Nyata yang melibatkan Nany Wijaya. Menurut Jati, perusahaan memiliki bukti kuat bahwa aset tersebut adalah milik Jawa Pos.
PT Dharma Nyata bahkan disebut rutin membayar dividen kepada Jawa Pos selama bertahun-tahun. Masalah muncul ketika pembayaran dividen itu tiba-tiba berhenti.
"Tapi, sejak 2017 tiba-tiba stop, itu sejak NW (Nany Wijaya) dicopot dari holding. Makanya, aset PT Dharma Nyata harus Jawa Pos selamatkan," tegasnya.
Meski menempuh jalur hukum yang keras, pihak Jawa Pos menyatakan pintu negosiasi tetap terbuka, asalkan didasari oleh niat baik dan fakta hukum yang jelas.