Hari Kebudayaan Nasional Jadi Polemik? Ini Pembelaan dari Tim Sembilan Garuda Plus

Selasa, 15 Juli 2025 | 13:58 WIB
Hari Kebudayaan Nasional Jadi Polemik? Ini Pembelaan dari Tim Sembilan Garuda Plus
Ilustrasi HKN atau Hari Kebudayaan Nasional Indonesia yang jatuh tiap 17 Oktober. (AI.Gemini)

Suara.com - Inisiator sekaligus salah satu anggota tim Sembilan Garuda Plus, Nano Asmorodono buka suara mengenai penetapan Hari Kebudayaan Nasional (HKN) oleh Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon belum lama ini.

Diketahui Fadli Zon telah menetapkan bahwa 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional.

Sementara usulan itu awalnya muncul dari para seniman dan budayawan di Yogyakarta yang memberi nama mereka tim Sembilan Garuda Plus.

Penetapan HKN ini mengundang respons beragam dari sejumlah pihak. Termasuk penilaian terkait inisiatif itu yang dicurigai punya motif politik sebab bertepatan dengan tanggal lahir Presiden Prabowo Subianto.

"Itu tadi tidak ada kaitannya apa-apa dengan siapapun. Murni ini dari seniman murni, seniman yang ora kondang [tidak terkenal], seniman yang murni pengen punya Hari Kebudayaan," tegas Nano saat dihubungi wartawan, Senin (14/7/2025) kemarin.

Klaim Tak Tahu Hari Ulang Tahun Prabowo

Nano menjelaskan, pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai usulan HKN tidak didasarkan pada kalender tokoh politik. Melainkan telah melalui berbagai kajian sejarah kebangsaan.

Diceritakan Nano, tanggal 17 Oktober itu dipilih merujuk pada Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951 yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951.

PP itu merupakan menetapkan Lambang Negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila, dengan semboyan yang kini dikenal yakni Bhinneka Tunggal Ika.

Baca Juga: Politisi PDIP Yakin Prabowo Justru 'Tidak Suka' Hari Lahirnya Dijadikan Hari Kebudayaan

Nano menepis anggapan bahwa tanggal itu dipilih sebab sarat dengan muatan politik.

"Jadi kalau itu bertepatan dengan lahirnya Pak Prabowo, saya malah enggak tau. Aku enggak ngerti lahirnya Pak Prabowo kapan, lahirnya Pak Jokowi kapan, aku enggak tau," ucapnya.

Menurut Nano, sejarah penambahan Bhinneka Tunggal Ika dalam lambang Garuda Pancasila itu adalah momen kultural yang kuat.

"Bhinneka Tunggal Ika itu menyeluruhi Nusantara," imbuhnya.

Sudah Lalui Kajian Akademis

Nano mengklaim bahwa sudah dilakukan kajian akademis dan diskusi publik jauh sebelum penetapan tanggal HKN.

Proses itu disebut berlangsung selama lebih kurang tiga bulan.

"Jadi bukan ujuk-ujuk [tiba-tiba]. Kami dengan kajian akademis, sudah mengadakan FGD untuk seluruh Indonesia," tuturnya.

Awalnya memang dia mengakui HKN ini muncul dari angan-angannya saja. Namun hal itu kemudian disambut baik oleh sejumlah rekannya yang juga kemudian masuk sebagai tim pengusul.

"Saya punya angen-angen ada Hari Tari, Hari Wayang, Hari Keris, Hari Musik, tapi kok gak ada ya rumah besarnya Hari Kebudayaan. Nah itu yang saya lontarkan," ucapnya.

Gagasan yang disambut hangat oleh rekan-rekannya, lalu dilanjutkan ke Kementerian Kebudayaan pada awal Januari lalu, bertepatan saat Menteri Kebudayaan kunjungan kerja ke Jogja.

Akui Tak Pilih Prabowo saat Pilpres

Namun niat baik itu kini disorot usai tanggal yang dipilih bertepatan dengan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto. Ide itu kemudian dituding sarat kepentingan politik.

Nano merespons anggapan-anggapan itu secara santai. Dia bahkan mengungkap bahwa dirinya tak memilih Prabowo Subianto pada saat Pilpres 2024 kemarin.

"Kalau saya dionekke [dibilang] wah itu menjilat, wah lah saya memilih Prabowo wae ora e [milih Prabowo saja tidak] kasaran e gitu, dalam pemilu kemarin saya itu saya tidak memilih Prabowo," tegasnya.

"Aku bukan masalah presidennya bukan masalah kebudayaannya, ndilalah [ternyata] tahun ini ada Menteri Kebudayaan, kesempatan saya mengajukan kepada Menteri Kebudayaan, siapapun Menteri Kebudayaan tadinya begitu," imbuhnya.

Bagi Nano, budaya merupakan satu-satunya jati diri bangsa yang harus dilindungi dan tak bisa direbut oleh negara lain. Sehingga penetapan HKN ini dinilai dapat menjadi momentum positif.

"Cuma budaya kita yang punya. Itu yang saya ingin agar bangsa ini tidak minder," jelasnya.

Hubungan Kebhinnekaan dengan Kebudayaan

Nano pun mengkritik cara pandang publik yang sempit soal kebudayaan.

"Jangan bilang budaya itu hanya kesenian. Bukan itu. Budaya itu adat istiadat, etika, kuliner, busana, kerajinan dan itu semua sekarang hampir punah," ucapnya.

Menurut Nano, kebudayaan Indonesia tak bisa dilepaskan dari semangat Bhinneka Tunggal Ika. Apalagi dengan ribuan pulau, ratusan bahasa, serta ragam adat istiadat.

Dalam konteks inilah Nano dan tim Sembilan Garuda Plus itu melihat urgensi tentang Hari Kebudayaan Nasional tersebut.

"Setiap pulau itu ada kebudayaan, kesenian, dan masing-masing ini ada berapa bahasa, berapa kesenian, berapa budaya, yang banyak sekali. Itu disatukan dengan Bhinneka Tunggal Ika," tegasnya.

Tanpa semboyan itu, Nano yakin setiap budaya akan berjalan sendiri-sendiri, tercerai, dan kehilangan makna kolektifnya sebagai identitas bangsa.

"Bhinneka Tunggal Ika itu kan untuk menyatukan negara, Nusantara ini menjadi satu kesatuan, tentang hal budaya dan sebagainya. Kaitannya dengan Bhinneka itu di situ berbeda-beda tapi satu tujuan yang sama," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI