Suara.com - Sebuah pengakuan mengejutkan dari Lisa Mariana memberikan dimensi baru pada kasus video syurnya yang viral.
Di tengah klaim sebagai korban penyebaran ilegal, Lisa mengakui bahwa beberapa konten intim yang ia buat bersama pria bertato dalam video tersebut memang untuk tujuan komersial atau berbayar.
Lisa Mariana tak menampik bahwa ia memproduksi konten tersebut untuk dijual di platform eksklusif.
Pengakuan ini, di satu sisi, menunjukkan adanya elemen transaksional dalam pembuatan beberapa konten.
Namun di tengah riuhnya opini publik, penting untuk memisahkan dua ranah berbeda dalam kasus Lisa Mariana.
Di satu sisi, ada kemungkinan bahwa video tersebut memang dibuat untuk audiens terbatas—konten berbayar yang dikonsumsi oleh pelanggan khusus di platform tertutup.
Ini, meskipun kontroversial, merupakan praktik yang terjadi di banyak tempat dan biasanya berada dalam batas privasi individu.
Namun persoalan menjadi serius ketika konten tersebut bocor atau bahkan disebarkan secara massal tanpa izin, merampas kendali atas tubuh dan privasi Lisa.
Di sinilah letak perbedaan krusial antara ‘pilihan’ dan ‘eksploitasi’—antara konten pribadi dan kejahatan digital.
Baca Juga: Dari Laporan ke Viral: Ini Kronologi Lengkap Kasus Video Syur Lisa Mariana
Apa pun motif awalnya, penyebaran tanpa persetujuan tetap merupakan pelanggaran serius yang harus diusut hingga tuntas.
Pengakuan ini memang bisa memperumit posisinya di mata hukum dan publik.
Namun, pengacaranya bersikeras bahwa persetujuan untuk membuat konten berbayar tidak sama dengan persetujuan untuk distribusi massal secara gratis dan ilegal.
Terlebih lagi, ada klaim kuat bahwa video yang viral direkam saat ia tidak sadar, yang bisa jadi merupakan video yang berbeda dari konten yang ia jual.
Kasus Lisa Mariana menyoroti fenomena yang marak di kalangan anak muda: monetisasi diri melalui platform konten eksklusif.
Platform seperti OnlyFans, Fansly, atau bahkan grup privat di Telegram menawarkan cara bagi kreator untuk mendapatkan penghasilan langsung dari penggemar.