Suara.com - Plot twist mengejutkan terjadi di tengah panasnya kembali polemik ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi yang diduga palsu.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada atau UGM periode 2002-2007, Profesor Sofian Effendi, yang sebelumnya secara terbuka membongkar berbagai dugaan kejanggalan, kini berbalik 180 derajat.
Melalui surat pernyataan bermaterai yang beredar pada Kamis (17/7/2025), Prof Sofian mencabut seluruh ucapannya dan meminta maaf.
Namun, di saat yang bersamaan, muncul dugaan kuat bahwa langkah tersebut diambil di bawah tekanan.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengklaim ada upaya 'pembungkaman' terhadap sang profesor.
"Baru saja saya dapat info dari Jogya bahwa sedang terjadi upaya 'pembungkaman' terhadap Prof. Sofian Effendi karena buka kasus Ijazah Jokowi," ungkap Said Didu melalui akun X miliknya, Kamis (17/7/2025).
Said Didu bahkan secara terbuka meminta publik untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada guru besar tersebut.
"Mohon teman-teman di Jogya menjaga beliau dan kita semua berikan dukungan kepada Prof. Sofian Effendi," harapnya.
Kecurigaan adanya intimidasi ini sontak membayangi ketulusan surat klarifikasi Prof. Sofian dan membuat publik bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.
Baca Juga: Baru Sehari 'Kuliti' Ijazah Jokowi, Eks Rektor UGM Mendadak Tarik Ucapan dan Minta Maaf, Ada Apa?

Pernyataan Mundur dan Permintaan Maaf
Sebelumnya, pernyataan Prof Sofian dalam sebuah wawancara di kanal YouTube "Langkah Update" pada 16 Juli 2025 menjadi amunisi baru bagi pihak yang meragukan ijazah Jokowi.
Namun, hanya selang sehari, ia menarik kembali semua ucapannya.
Dalam suratnya, Prof Sofian menegaskan bahwa pernyataan resmi Rektor UGM saat ini, Prof Dr Ova Emilia, pada 11 Oktober 2022 adalah yang benar dan sesuai bukti.
"Terkait dengan informasi yang tersebar dari live streaming di kanal YouTube Langkah Update [...] saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas," tulis Prof. Sofian.
Ia pun secara tegas meminta agar video wawancara kontroversialnya ditarik dari peredaran dan menyampaikan permohonan maaf.
"Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran," lanjutnya.
"Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut. Demikian pernyataan saya dan saya sangat berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri."
Kilas Balik: Pernyataan Awal yang Menggemparkan
Langkah mundur Prof Sofian ini menjadi sorotan karena pernyataan awalnya sangat detail dan berani.
Dalam wawancara dengan Ahli Digital Forensik, Rismon Sianipar, ia mengungkap serangkaian klaim yang mengguncang.
Ia menyebut bahwa nilai akademik Jokowi di semester-semester awal tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1, bahkan terancam drop out (DO).
"Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda," katanya dalam wawancara tersebut.
Lebih jauh, ia menuding skripsi Jokowi tidak otentik dan tidak pernah diuji.
"Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong," ungkapnya.
Pernyataan paling eksplosif adalah kesimpulannya bahwa Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah S1 dan adanya rumor pemalsuan ijazah.
"Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia," tegas Prof Sofian saat itu, seraya menambahkan rumor bahwa Jokowi meminjam ijazah iparnya, Hari Mulyono, untuk dipalsukan.