Sebuah upaya untuk mempertemukan kembali garis perjuangan politik kontemporer dengan semangat dasar republik yang diperjuangkan oleh dwi tunggal Soekarno-Hatta.
“Silaturahmi ini bisa dianggap sebagai inisiasi moral. Di tengah kerasnya kontestasi politik, tindakan ini menyuguhkan sisi sejuk dari perpolitikan Indonesia—bahwa masih ada tokoh yang peduli pada rekam jejak sejarah dan etika berbangsa,” ujar Anto.
Meski tak menampik adanya dimensi politik dalam langkah tersebut, terutama menjelang suksesi kepemimpinan nasional, Anto justru melihatnya sebagai sebuah kecerdasan dalam merawat memori kolektif bangsa, bukan sekadar membangun jejaring elektoral.
“Bung Hatta adalah simbol kebijakan moral. Dengan menyentuh sisi ini, Dasco secara cerdas dan halus mengirim pesan bahwa ia ingin berada di barisan yang menyeimbangkan politik kekuasaan dengan etika kebangsaan,” ujarnya.
Anto Kusumayuda menutup analisisnya dengan sebuah seruan agar lebih banyak tokoh nasional meneladani sikap seperti ini—mengunjungi, merawat, dan menyerap kembali spirit para pahlawan bangsa sebagai kompas dalam menavigasi masa depan.
“Kita tak bisa bicara masa depan tanpa peta sejarah. Dasco sedang memberi contoh bahwa menyusun arah bangsa harus dimulai dari menghargai para peletak batu pertama republik ini,” pungkasnya.
Kunjungan ini pun disambut baik oleh publik, terutama generasi muda yang selama ini haus akan teladan politik yang beradab, santun, dan tidak kehilangan akarnya.
Di tengah krisis kepercayaan terhadap elite, langkah Dasco menunjukkan bahwa politik masih punya ruang bagi kehangatan, penghormatan, dan kesadaran sejarah.
Baca Juga: Dasco Sambangi Ruang Kerja Bung Hatta Bawa Pesan Presiden Prabowo, Soal?