Suara.com - Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus bergulir. Kendati demikian, Presiden Prabowo Subianto belum memberikan tanggapan.
Perihal tersebut, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai kepala negara memang tidak seharusnya merespons isu pemakzulan Wapres Gibran.
Menurut Jamiluddin, setidaknya ada dua alasan mengapa Prabowo tidak perlu merespons isu tersebut.
"Pertama, mekanisme pemakzulan wakil presiden bukan ranah presiden. Karena itu, tidak selayaknya presiden mengomentari persoalan tersebut," kata Jamiluddin kepada Suara.com, Jumat (18/7/2025).
Ia berujar proses pemakzulan pada dasarnya melibatkan tiga lembaga negara, yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi (MK), dan MPR.
"Inisiatif awal harus bermula pada DPR dengan mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat MPR mengenai dugaan pelanggaran hukum atau ketidakmampuan wapres. Untuk itu, MK memiliki waktu 90 hari untuk memeriksa dan memberikan putusan atas permintaan DPR," tutur Jamiluddin.
Ia mengatakan bila MK memutuskan adanya pelanggaran hukum atau ketidakmampuan wapres maka MPR akan menggelar sidang untuk mengambil keputusan akhir mengenai pemberhentian wapres.
"Jadi bila dilihat dari proses tersebut, tahap pertama proses pemakzulan wapres ada di DPR lalu ke MK, dan terakhir di MPR. Karena itu, idealnya DPR lah yang pertama merespon usulan pemakzulan Gibran, bukan presiden," kata Jamiluddin.
Sementara alasan kedua adalah terkait aspek etika. Ia menilai tidak etis bagi presiden bila ikut berkomentar isu pemakzulan wapres. Sebabnya Gibran yang diusulkan untuk dimakzulkan merupakan bagian dari presiden.
Baca Juga: Pengamat: Jokowi dan Keluarga Panik Ditinggalkan Kawan dan Kena Kasus Bertubi-tubi
"Bahkan saat Pilpres dipilih dalam satu paket. Jadi kalau presiden mengomentari isu tersebut, justru secara politis akan dinilai tidak etis. Ini sama saja jeruk makan jeruk yang tidak akan elok dipandang masyarakat," kata Jamiluddin.
Menurut Jamiluddin, Prabowo justru dapat dipersepsikan negatif oleh masyarakat bila ikut berkomentar yang bukan porsinya.
"Karena itu, diamnya presiden terkait isu pemakzulan dinilai sudah tepat dan proporsional. Diamnya presiden mengindikasikan ia tak ingin cawe-cawe yang bukan kewenangannya," kata Jamiluddin.
"Presiden tampaknya ingin isu pemakzulan benar-benar ditangani oleh lembaga negara, khususnya DPR, MK, dan MPR. Dengan begitu, penanganan isu pemakzulan tidak meluas ke lembaga negara yang memang tidak berwenang," sambung Jamiluddin.
Respons Penasihat Presiden
Presiden Prabowo Subianto turut menyikapi adanya pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan Prajurot TNI yang menuntutdelapan poin.

Sikap presiden disampaikan melalui Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto. Wiranto mengaku dirinya terlebih dahuly menghadap Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta sebelum kemudian membuat pernyataan pers di Kantor Presiden, Jakarta, menyikapi tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
"Saya baru saja menghadap presiden, banyak hal yang dibicarakan, tapi ada satu hal yang memang saya diizinkan untuk menyampaikan kepada saudara sekalian. Ya sehubungan dengan surat usulan atau saran-saran dari Forum Purnawirawan TNI yang isinya 8 poin ya, 8 butir itu. Nah saya tentu akan menyampaikan apa yang tadi, ya yang dibicarakan dengan presiden dan akan saya sampaikan kepada saudara-saudara sekalian ya," tutur Wiranto, Kamis (24/4/2025).
Wiranto mengatakan bahwa Prabowo menghormati dan memahami pikiran-pikiran yang disampaikan secara terbuka oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI melalui delapan poin.
"Di sini tentunya presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu karena kita tahu beliau dan para purnawirawan, satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama, ya dengan jiwa Sapta Marga, ya, dan sumpah prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu," kata Wiranto.
Meski menyikapi, Wiranto menegaskan bahwa Prabowo saat ini tidak bisa serta merta menjawab apa yang menjadi tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.