Suara.com - Kasus kawin lari ditembak mati di Pakistan kembali mengguncang dunia. Sebuah video memperlihatkan eksekusi brutal terhadap sepasang kekasih yang menikah tanpa restu keluarga, viral di media sosial.
Peristiwa yang terjadi di Provinsi Balochistan, Pakistan barat daya, itu menuai kecaman luas dan memperbarui sorotan terhadap praktik honor killing yang masih marak di negara tersebut.
Dalam video yang menyebar cepat di media sosial, tampak seorang wanita menyerahkan salinan Al-Quran kepada seorang pria dan berkata, "Mari berjalan tujuh langkah bersamaku, setelah itu kamu boleh menembakku."
Sang pria mengikuti permintaan itu. Wanita tersebut kemudian menegaskan, "Kamu hanya diizinkan menembakku. Tidak lebih dari itu," sebelum akhirnya dia ditembak tiga kali dan roboh ke tanah.
Video juga memperlihatkan jasad seorang pria lain yang berlumuran darah di lokasi yang sama. Beberapa pria lainnya tampak menembaki tubuh kedua korban tanpa ampun.
Kasus pembunuhan pasangan kawin lari di Pakistan ini disebut dilakukan atas perintah dewan suku setempat, sebuah otoritas informal yang masih memiliki pengaruh kuat dalam struktur sosial suku-suku di wilayah terpencil Pakistan.
Identitas kedua korban belum diungkap, namun pihak berwenang memastikan bahwa salah satu tersangka telah ditangkap pada Minggu (21/7/2025), berdasarkan Undang-Undang Anti-Terorisme Pakistan.
Kepala Menteri Provinsi Balochistan, Sarfraz Bugti, mengatakan bahwa video tersebut sedang diselidiki lebih lanjut dan penangkapan dilakukan setelah pelaku berhasil diidentifikasi.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, mengunggah video tersebut di platform X dan menyerukan perlawanan terhadap sistem yang menindas, bukan terhadap negara.
Menurut laporan Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan, sekitar 1.000 perempuan dibunuh setiap tahunnya dalam praktik pembunuhan demi kehormatan, yang biasanya dilakukan oleh ayah, saudara, atau kerabat laki-laki lainnya.
Meski Pakistan telah merevisi sebagian hukum pada 2016 untuk menutup celah hukum yang memungkinkan pelaku dimaafkan oleh keluarga korban, praktik ini tetap marak terjadi.
Kasus tragis ini mengingatkan publik internasional bahwa kekerasan terhadap perempuan di Pakistan masih menjadi isu serius. Banyak korban yang tidak mendapatkan keadilan karena kuatnya tekanan sosial, norma patriarki, dan sistem hukum yang masih membuka celah impunitas.
Peristiwa ini pun menjadi pengingat bahwa reformasi hukum dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan harus terus diperjuangkan. Selama kekuasaan adat dan sistem patriarki masih memegang kendali, nyawa perempuan akan terus terancam dalam konflik "kehormatan" yang merenggut kemanusiaan.