Motivasi awalnya memang bukan untuk membaca.
Kesempatan untuk bisa bersepeda di jalan aspal sejauh hampir 4 kilometer menuju perpustakaan menjadi daya tarik utama.
Namun, kebiasaan baru ini secara perlahan mengubah segalanya. Sesampainya di perpustakaan, ia mau tidak mau harus meminjam buku.
Aktivitas sorenya yang biasa diisi dengan potensi konflik seperti bermain kelereng atau berebut layangan, kini tergantikan dengan perjalanan bersepeda dan membaca.
Energinya tersalurkan, dan masalah perkelahian pun terselesaikan dengan sendirinya tanpa perlu ada hukuman.
Bagi Anies, ini adalah contoh nyata bagaimana pendidikan seharusnya bekerja: bukan dengan memaksa, tetapi dengan memahami dan mengarahkan.
"Jadi saya menjadi baca meskipun Bapak enggak pernah bilang, 'Anis baca buku itu penting ya masa depan enggak enggak pernah ngomong begitu.' Tapi Anda senangnya naik sepeda kan, boleh, tapi ke perustakaan," tegasnya.
Anies menggarisbawahi bahwa kunci mendidik anak adalah dengan menyediakan 'landasan pacu' yang tepat bagi energi dan minat mereka, bukan dengan mematahkannya melalui hukuman.
Baca Juga: Cara Cek Penerima dan Mencairkan PIP Kemdikbud 2025