Suara.com - Peluncuran 80.081 unit Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto memunculkan kekhawatiran baru.
Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai bahwa program ambisius ini berpotensi menjadi 'bom waktu' bagi keuangan negara, dengan risiko gagal bayar fantastis yang bisa mencapai Rp 85,96 triliun.
Keberadaan Koperasi Merah Putih ini dikhawatirkan, lantaran model pendanaannya yang dinilai sangat berisiko, yakni setiap koperasi akan mendapat pinjaman modal Rp 3 miliar dari bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dengan jaminan dana desa.
Peneliti ekonomi Celios, Dyah Ayu, memaparkan bahwa risiko gagal bayar menjadi ancaman paling nyata dari program ini.
Beban tersebut pada akhirnya akan ditanggung oleh pemerintah desa sebagai penjamin.
"Dalam analisis yang dilakukan Celios, diperkirakan ada risiko gagal bayar yang dapat mencapai Rp85,96 triliun selama enam tahun masa pinjaman, yang sangat membebani pemerintah desa sebagai penanggung jawab," kata Dyah dalam keterangannya, Senin (21/7/2025).
Tidak hanya itu, Celios juga menghitung adanya opportunity cost atau biaya kesempatan yang hilang bagi sektor perbankan sebesar Rp76,51 triliun.
"Biaya kesempatan ini menggambarkan kerugian besar yang ditanggung oleh perbankan karena lebih memilih untuk mendanai koperasi ini alih-alih menempatkan dana mereka pada investasi yang lebih menguntungkan," ujarnya.
Ancaman Penurunan Ekonomi
Baca Juga: Setengah Juta Lapangan Kerja Baru di Desa? Koperasi Merah Putih Jadi Kunci
Kekhawatiran Celios tidak berhenti pada gagal bayar. Kebijakan ini diprediksi justru akan berdampak kontraproduktif terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan, berbanding terbalik dengan tujuan awalnya.
"Proyeksi kami menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp9,85 triliun dan pengurangan pendapatan masyarakat hingga Rp10,21 triliun," ungkap Dyah.
Lebih mengkhawatirkan lagi, alih-alih menciptakan lapangan kerja, program ini justru berisiko memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
"Dampak negatif ini bahkan mencakup penurunan penyerapan tenaga kerja sebesar lebih dari 824.000 orang, yang menunjukkan bahwa kebijakan ini berisiko menciptakan distorsi ekonomi yang lebih besar," sambungnya.
Kapasitas SDM dan Rekomendasi Tegas
Akar masalah lain yang disorot adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM).