"Vonisnya lebih ringan 2/3 lebih dikit dari tuntutan 7 tahun sehingga jaksa nggak wajib banding, menurut saya hakim seolah ingin Tom nerima biar selesai urusan, sebab Tom Lembong kalau tidak ada aral melintang 3 tahun bisa bebas bersyarat," ungkapnya.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa menegaskan bahwa tindakan Tom memberikan izin impor GKM kepada perusahaan gula rafinasi, yang seharusnya tidak berhak mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP), merupakan pelanggaran fatal terhadap regulasi.
"Mengimpor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM)...," ucap jaksa dalam persidangan.
Jaksa juga menyoroti bahwa penunjukan perusahaan swasta, bukan BUMN, oleh Tom Lembong dianggap sebagai penyebab utama kerugian negara.
Seharusnya, kebijakan tersebut diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan, bukan justru memberi peluang bisnis pada segelintir pihak.
Kini, pilihan banding yang ditempuh Tom membuka babak baru yang bisa saja memperpanjang drama hukumnya — atau justru berakhir dengan konsekuensi lebih berat.
Yang jelas, pertaruhan ini bukan sekadar soal memperjuangkan nama baik, tetapi juga soal memperhitungkan segala risiko dalam arena hukum yang tidak selalu dapat diprediksi.