Suara.com - Arah penegakan hukum di Indonesia saat ini disebut tengah berada di persimpangan.
Lembaga riset hukum dan kebijakan De Jure mengungkapkan kekhawatiran serius terhadap rencana pemerintah dan DPR yang terus mendorong Perubahan Kedua Undang-Undang (UU) Kejaksaan.
Alih-alih mendapat dukungan, langkah ini justru dinilai sebagai sebuah ancaman yang dapat menciderai supremasi hukum.
Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza, menegaskan bahwa kekuasaan yang terlampau besar tanpa mekanisme kontrol yang memadai adalah resep bencana.
"Pemerintah dan DPR perlu meninjau kembali upaya untuk memperluas kewenangan kejaksaan," kata Bhatara dalam keterangan resminya, Selasa (22/7/2025).
"Kekuasaan absolut cenderung korup secara absolut."
Refleksi dari Kasus Tom Lembong
Kekhawatiran yang disampaikan Bhatara bukan tanpa dasar.
Menurutnya, kinerja Kejagung belakangan ini menjadi sorotan, terutama sejak penanganan kasus korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong.
Baca Juga: Ungkap Sinyal Bahaya, Ini Sederet Alasan Ferry Irwandi Ngotot UU Kejaksaan Wajib Direvisi!
Ia menyatakan, terlepas dari substansi kasusnya, proses hukum yang berjalan telah memicu kecurigaan publik mengenai adanya motif politik.
Hal ini, menurutnya, menjadi contoh nyata bagaimana proses hukum dapat mencederai prinsip keadilan jika tidak dijalankan secara imparsial.
"Kejaksaan Agung harus tetap berada dalam koridor kepastian dan supremasi hukum, bukan menjadi instrumen untuk tujuan lain," tegas Bhatara.
Perkuat Pengawasan, Bukan Kekuasaan
Menanggapi wacana perluasan wewenang, De Jure menawarkan solusi yang berkebalikan.
![Terdakwa Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/18/86268-sidang-tom-lembong-thomas-trikasih-lembong.jpg)
Menurut mereka, yang saat ini mendesak untuk dibenahi bukanlah penambahan kuasa, melainkan penguatan sistem pengawasan.
"Dibandingkan memperluas kewenangan Jaksa, De Jure mendorong Pemerintah dan DPR untuk meningkatkan dan memperkuat pengawasan," tuturnya.
Bhatara merinci dua lapis pengawasan yang harus diperkuat; yakni pengawasan Internal, Melalui optimalisasi peran unit inspektorat di dalam tubuh Kejaksaan untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur dan etika.
Kemudian pengawasan Eksternal, yakni dengan memperkuat peran dan independensi Komisi Kejaksaan RI sebagai mata dan telinga publik.
Menurutnya, pengawasan yang kuat dan efektif adalah satu-satunya cara untuk meminimalisasi potensi penyalahgunaan wewenang oleh oknum jaksa, sekaligus menjawab keresahan publik atas citra lembaga yang kian berkuasa.
"De Jure mengantisipasi Kejaksaan menjadi lembaga yang superbody dalam penegakan hukum," katanya.
"Kondisi ini bukannya akan memperbaiki penegakan hukum, tapi justru potensial digunakan oleh elit politik dan penguasa untuk menekan lawan politiknya."