Suara.com - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang (Unes) melontarkan kritiknya terhadap sejumlah isi Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Mereka menilai jika Revisi KUHAP yang baru melemahkan hak tersangka dan korban.
Hal itu disampaikan perwakilan BEM Fakultas Hukum Unes dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI terkait masukan Revisi KUHAP di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
BEM FH Unes awalnya membeberkan sejumlah norma dalam Revisi KUHAP yang dianggap bermasalah.
Mereka menilai, dalam Revisi KUHAP baru ini masih ada sejumlah pasal yang tumpah tindih dan melemahkan hak tersangka hingga korban.
"Banyak pasal dalam RKUHAP ini yang menunjukan masalah serius. Pertama ada pasal-pasal redaksi yang tidak jelas, ada kelembagaan yang tumpang tindih, selanjutnya ada lemahnya jaminan hak-hak tersangka dan korban dan juga ada celah hukum yang bisa disalahgunakan," katanya dalam RDPU.
Perwakilan BEM FH Unes itu lantas memberikan contoh dengan membandingkan KUHAP lama. Di mana KUHAP lama di Pasal 55 memperbolehkan tersangka boleh mrmilih pengacara atau advokat, sementara di KUHAP baru versi revisu tidak ada ketentuannya.

"Selanjutnya regresi terhadap hak tersangka dan korban. Itu sebenarnya di UU TPKS juga ada terkait pemindahan korban, alamat yang tak jelas, itu tak diatur juga," katanya.
"Selanjutnya juga di landasan hukum yang kami pakai juga Pasal 14 ICCPR yang mana itu menegaskan bahwa semua orang berhak mendapatkan pembelaan hukum yang adil. Tetapi ternyata, RKUHAP ini tidak mengakomodir hal tersebut," ujarnya.
Merespons hal itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan jika dirinya tergelitik dengan adanya kritikan dari BEM FH Unes. Menurutnya, Revisi KUHAP yang ada kekinian tak melemahkan hak tersangka.
Baca Juga: Rismon Klaim Dokter Tifa Punya Bukti Baru soal Ijazah Palsu Jokowi: Bahaya bisa Timbulkan Chaos!
"Saya sempat agak tergelitik dikatakan (RKUHAP) ini kemunduran, memperlemah hak tersangka. Menurut saya nggak lah kalau sampai begitu, kalau kita rujukannya KUHAP yang lama, justru di lama yang sangat apa namanya hak tersangka, peran advokat sangat tidak dihormati," kata Habiburokhman dalam rapat.
Ia malah mempertanyakan dasar dari kritikan tersebut. Sebab, menurutnya, syarat penahanan di Revisi KUHAP kekinian dianggap lebih objektif.
"Lalu ada penguatan peran advokat bisa mendampingi, bisa menyampaikan keberatan bisa berbicara dan memiliki imunitas. Ini menurut kami sih sudah jauh lebih baik dari KUHAP lama," tuturnya.
Kritik Pasal Bermasalah di RKUHAP
Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur mengkritisi pasal-pasal dalam Revisi Kitab Undang-Umdang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terutama soal penyidikan yang disebut akan membuat Polri super power.
Hal itu disampaikan Isnur dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI terkait masukan soal Revisi KUHAP di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).
"Terkait penyidikan ya, menurut kami di RKUHAP ini, ini akan menempatkan kepolisian dengan istilah penyidik utama itu menjadi seperti super power gitu," kata Isnur dalam rapat.
Ketentuan itu, kata Isnur tercantum dalam Pasal pasal 6 ayat (2) dan pasal 7 ayat (3) Revisi KUHAP.
Menurutnya, dalam ketentuan itu kewenangan penyidik Polri sebagai penyidik utama akan mensubordinasi penyidik pegawai negeri sipil yang memiliki kewenangan hukum.
"Seperti PPNS bea cukai, PPNS pajak, PPNS komdigi, PPNS perhutanan, PPNS lingkungan hidup dan juga di wilayah yang strategis ya narkotik, lingkungan, kehutanan, perikanan wajib berkoordinasi dan mendapatkan persetujuan dlm upaya paksa," ujarnya.
![Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyampaikan kritik tajam terhadap pasal-pasal krusial dalam draf Revisi KUHAP saat rapat bersama Komisi III DPR. [Tangkapan layar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/21/29548-ketua-ylbhi-muhammad-isnur.jpg)
"Menurut kami dalam banyak kasus pimpinan itu akan menghambat efektivitas penyidikan berbasis keahlian teknis dan tentu ini bertentangan dengan prinsip koordinasi fungsional supervisi penuntut umum serta pengawasan pengadilan," sambungnya.
Untuk itu, kata dia, KUHAP baru seharusnya memperkuat pengawasan dan check and balance, bukan justru menambah kewenangan Polri.
"Karena makin besar kewenangannya dia, semakin sulit mengawasi oleh kelembagaan," pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI diagendakan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka memberikan masukan terkait Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).
Komisi III mengundang sejumlah organisasi advokat di Indonesia diantaranya PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) yang terbagi tiga, kemudian AAI (Asosiasi Advokat Indonesia), IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia), IPHI (Ikatan Penasihat Hukum Indonesia), HAPI (Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia).
Kemudian SPI (Serikat Pengacara Indonesia), AKHI (Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia), APSI (Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia), KAI (Kongres Advokat Indonesia), PPKHI (Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia) dan terakhir FERARI.
RDPU ini bakal dihadiri langsung Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengaku hadir hanya untuk memastikan adanya partisipasi publik terkait Revisi KUHAP.
"Lah ini kan ada pimpinan Komisi 3, saya cuma apa namanya, ngecek persiapan RDPU RDPU tentang partisipasi publik yang dalam setiap penyusunan perundang-undangan pada saat ini di DPR, partisipasi publiknya harus banyak," kata Dasco ditemui jelang masuk ke Ruang Rapat Komisi III DPR RI.
Menurutnya, sekali-sekali harus dicek pelaksanaan RDPU terutama soal Revisi KUHAP.
"Ini dalam rangka itu, ya sekali-sekali kita ngecek pelaksanaannya," katanya.
Sementara itu, Komisi III DPR RI juga nantinya akan menggelar RDPU dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait Revisi KUHAP.
Berdasarkan agenda Komisi III RDPU dengan YLBHI akan digelar terpisah pada pukul 15.30 WIB.