Suara.com - Selama bertahun-tahun, nama Petral menjadi momok yang identik dengan dugaan praktik kotor dalam impor minyak dan gas (migas) di Indonesia. Nama Muhammad Riza Chalid pun terseret dalam kasus ini.
Namun, sebuah pengungkapan baru menyebut Petral hanyalah pion, sebuah 'tangan' yang terlihat di permukaan. 'Otak' sesungguhnya diduga berada di Jakarta, tersembunyi dalam sebuah unit bernama Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, dalam episode terbaru Podcast Forum Keadilan TV, secara gamblang membedah anatomi dugaan skandal ini.
Ia menunjuk ISC sebagai pusat kendali yang sesungguhnya dalam permainan impor migas yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah.
ISC Sang 'Otak', Petral Cuma 'Tangan' Operasi
Menurut Yusri, publik selama ini salah fokus dengan hanya menyorot Petral. Padahal, keputusan paling krusial terkait siapa pemenang tender dan berapa harga yang disepakati, sepenuhnya berada di tangan ISC.
Petral, kata dia, tak lebih dari sekadar pelaksana teknis di lapangan.
"Petral dianggap sebagai 'tangan' dalam operasi, sementara 'otak' pengendali berada di Integrated Supply Chain (ISC) di Jakarta," jelas Yusri Usman dikutip dari YouTube.
Struktur kewenangan ini membuat ISC menjadi sangat superior. Mereka memegang owner estimate (perkiraan harga pemilik proyek) yang menjadi acuan tender, sekaligus menjadi penentu akhir pemenang.
Baca Juga: Wamen Imipas: Riza Chalid Bukan di Singapura, Sembunyi di Malaysia
Peran Petral direduksi hanya sebatas menjadi 'event organizer' yang mengundang para mitra usaha terdaftar.
"ISC memegang owner estimate dan memutuskan pemenang tender, sementara Petral hanya bertugas mengundang mitra usaha terdaftar (Demut)," ungkap Yusri Usman.
Mengapa ISC Begitu Kuat dan Sulit Tersentuh?
Kekuatan ISC yang begitu dominan memunculkan pertanyaan: siapa sosok di baliknya? Yusri Usman tak segan menyebut nama-nama besar yang pernah dan sedang memimpin Pertamina, yang menurutnya berada di belakang operasional ISC sejak unit itu dibentuk pada September 2008.
"Direksi Pertamina pada saat itu, termasuk Bu K******, Pak Dw*********, Pak El*************, Plt Bu Ye***, hingga Bu Ni********, berada di belakang ISC," bebernya.
Meskipun Petral secara resmi telah dibubarkan oleh pemerintah, Yusri mencurigai bahwa 'roh' dan praktiknya tidak benar-benar mati.
Ia menduga operasinya hanya berganti baju, bertransformasi ke dalam entitas baru untuk melanjutkan modus serupa.
"Meskipun Petral dinonaktifkan, operasinya bisa dilanjutkan dengan nama atau kendaraan lain seperti Pertamina International Marketing (PIM) yang dibentuk sekitar 2015-2016," katanya.
Ironisnya, pembentukan ISC pada 2008 oleh Ari Sumarno sejatinya memiliki niat baik, yakni untuk sentralisasi pengadaan demi menjamin keamanan pasokan energi nasional. Namun, niat mulia itu diduga telah dibajak untuk kepentingan lain.
"Pembentukan ISC pada 2008 oleh Ari Sumarno bertujuan baik untuk sentralisasi dan menjamin pasokan, namun disalahgunakan," jelas Yusri.
Kritik tajam juga dilayangkan Yusri pada kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir yang merombak struktur Pertamina menjadi model holding dan subholding. Menurutnya, perubahan ini justru salah arah dan tidak membuat tata kelola BUMN energi itu menjadi lebih efisien.
"Perubahan struktur Pertamina menjadi holding dan subholding oleh Menteri BUMN Erick Thohir dinilai salah dan tidak efisien," tegasnya.