Suara.com - Fenomena mencengangkan terjadi di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Sebanyak 20 guru PPPK ajukan cerai ke Dinas Pendidikan dalam enam bulan terakhir.
Lonjakan ini menjadi sorotan karena jumlah tersebut sudah melampaui total permohonan serupa sepanjang tahun 2024, yang hanya mencatat 15 permohonan cerai.
Kepala Bidang Pengelolaan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Deni Setiawan, membenarkan adanya tren peningkatan permintaan izin cerai di kalangan guru.
Menurutnya, mayoritas dari mereka yang mengajukan adalah perempuan. "Memang ada sekitar 20 usulan (izin) cerai yang diajukan ke kami," kata Deni kepada wartawan.
Deni tidak menjelaskan secara rinci alasan para guru tersebut mengajukan perceraian. Namun, ia menduga perubahan kondisi ekonomi setelah berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) turut memengaruhi keputusan itu.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 yang diperbarui lewat PP 45/1990, setiap Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk PPPK, wajib mengantongi izin dari kepala daerah sebelum melanjutkan proses cerai ke pengadilan agama.
Jika prosedur ini tidak diikuti, maka guru bersangkutan berisiko mendapatkan sanksi dari inspektorat.
"Artinya kalau sudah ada putusan, tapi izinnya belum turun maka dipastikan masuk ranah inspektorat terkait sanksi kepegawaian yang akan didapatkan," tegas Deni.
Fenomena guru PPPK ajukan cerai bukan hanya terjadi di Blitar. Di sejumlah daerah lain, kasus serupa juga mulai bermunculan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 merilis lima penyebab utama perceraian di Indonesia.
Pertama karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Kedua, masalah ekonomi. Ketiga, meninggalkan salah satu pihak. Keempat kekerasan dalam rumah tangga dan kasus judi.
Masalah ekonomi disebut sebagai faktor dominan yang turut berkontribusi terhadap angka perceraian di kalangan PPPK. Status kepegawaian yang baru dengan penghasilan tetap tidak serta-merta membuat rumah tangga menjadi stabil. Justru, adanya perubahan dinamika dalam keluarga bisa memicu ketegangan baru.
Dengan adanya kasus ini, pemerintah daerah diharapkan lebih serius memperhatikan dampak sosial dari pengangkatan PPPK, khususnya dalam aspek ketahanan keluarga. Selain itu, perlu ada penguatan dalam pembinaan mental dan bimbingan keluarga bagi guru yang baru diangkat.