suara hijau

Warga Kota Sumbang Emisi Karbon Tertinggi, IESR: Transportasi dan Gaya Hidup Jadi Pemicu

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Kamis, 24 Juli 2025 | 11:00 WIB
Warga Kota Sumbang Emisi Karbon Tertinggi, IESR: Transportasi dan Gaya Hidup Jadi Pemicu
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Aktivitas manusia menjadi penyumbang utama emisi karbon yang memicu krisis iklim.

Dampaknya semakin terasa dengan meningkatnya bencana hidrometeorologi dan rekor suhu global. Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas, dengan suhu rata-rata global mencapai 1,47 derajat Celsius di atas suhu pra-industri.

Melalui kajian terbaru, Institute for Essential Services Reform (IESR) menelusuri jejak karbon individu di kawasan perkotaan, semi perkotaan, dan perdesaan di Pulau Jawa.

Hasilnya menunjukkan, individu di wilayah perkotaan menghasilkan emisi lebih besar dibandingkan wilayah lainnya, yaitu rata-rata 3,4 ton setara karbon dioksida per tahun. Untuk menyerap emisi sebesar itu, dibutuhkan sekitar 25 pohon yang dirawat selama 20 tahun.

“ Tingginya emisi individu wilayah perkotaan berasal dari sektor transportasi, makanan dan rumah tangga. Informasi ini penting untuk membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya merancang strategi yang tepat, seperti penerapan kebijakan terpadu di sektor transportasi,” tegas Manajer Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, dalam peluncuran kajian berjudul Pola Jejak Karbon Individu Berdasarkan Profil Demografis di Kawasan Perkotaan, Semi Perkotaan, dan Perdesaan di Pulau Jawa.

Sejumlah kendaraan bermotor melintas di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

Kajian dilakukan di sembilan wilayah yang mewakili karakteristik berbeda, melibatkan 483 responden dari total 11,7 juta jiwa. Kota-kota seperti Jakarta Selatan, Bandung, dan Yogyakarta mewakili kawasan perkotaan; Bogor, Cirebon, dan Serang untuk semi perkotaan; serta Purworejo, Banjarnegara, dan Cianjur mewakili kawasan perdesaan.

Emisi per kapita di perkotaan tercatat 3,39 ton, lebih tinggi dibandingkan semi perkotaan (2,81 ton) dan perdesaan (2,33 ton).

Deon juga menyampaikan bahwa IESR telah mengembangkan platform Jejakkarbonku.id untuk menghitung jejak karbon individu.

“Untuk menghitung jejak karbon individu, IESR telah mengembangkan platform Jejakkarbonku.id yang hingga 2025 telah digunakan oleh 76 ribu pengunjung,” ujarnya. Ia meyakini bahwa peningkatan kesadaran kolektif dapat mendorong perubahan konsumsi menuju produk dan layanan rendah emisi.

Baca Juga: Tekan Emisi Karbon, Pertamina Patra Niaga Perkuat Transisi Energi Melalui SAF

 Koordinator Clean Energy Hub IESR, Irwan Sarifudin, menjelaskan bahwa transportasi menjadi sektor penyumbang emisi terbesar (43,34%), disusul makanan (34,91%) dan rumah tangga (21,08%). Ketergantungan pada kendaraan pribadi, terbatasnya transportasi publik, serta konsumsi makanan olahan dan produk hewani menjadi penyebab utamanya.

“Secara umum, kelompok dengan tingkat pendapatan dan konsumsi lebih tinggi berkontribusi lebih besar terhadap emisi GRK akibat pola konsumsi yang intensif, penggunaan kendaraan pribadi, dan konsumsi energi yang tinggi. Namun, dampak dari emisi tersebut justru lebih dirasakan oleh masyarakat dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial, dan lebih rentan terhadap risiko perubahan iklim,” jelas Irwan.

IESR mendorong dua strategi utama: pengurangan emisi dari sektor transportasi dan rumah tangga. Di perkotaan, pengembangan transportasi umum ramah lingkungan, jalur sepeda, dan infrastruktur kendaraan listrik jadi prioritas.

Di semi perkotaan dan perdesaan, akses transportasi publik dan insentif motor listrik harus diperluas. Sementara itu, subsidi untuk perangkat hemat energi dan pemasangan panel surya dinilai penting untuk menekan emisi di sektor rumah tangga. Untuk sektor makanan, edukasi publik dan kolaborasi dengan produsen diperlukan agar masyarakat lebih mudah mengakses pilihan makanan rendah emisi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI