suara hijau

Peta Jalan Baru Indonesia Lawan Perubahan Iklim Hampir Siap, Seperti Apa Targetnya?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 22 Juli 2025 | 15:00 WIB
Peta Jalan Baru Indonesia Lawan Perubahan Iklim Hampir Siap, Seperti Apa Targetnya?
Aksi terkait perubahan iklim di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Minggu (26/9/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Pemerintah Indonesia tengah merampungkan dokumen Second Nationally Determined Contribution (Second NDC), peta jalan nasional untuk menghadapi krisis iklim.

Dokumen ini bukan sekadar laporan, tapi panduan utama bagi semua sektor, energi, kehutanan, limbah, pertanian, hingga kelautan, untuk bergerak bersama menurunkan emisi gas rumah kaca.

Second NDC ini akan menjadi acuan utama Indonesia dalam menjawab komitmen global yang ditegaskan dalam Konferensi Perubahan Iklim COP-28, termasuk target menurunkan emisi karbon global sebesar 43 persen pada 2030 dan 60 persen pada 2035, dari level tahun 2019.

Bagi Indonesia, ini berarti emisi nasional harus ditekan dari 1.147 juta ton COe menjadi sekitar 459 juta ton COe pada 2035.

Ilustrasi perubahan iklim (Unsplash/Magdalena Kula Manchee)
Ilustrasi perubahan iklim (Unsplash/Magdalena Kula Manchee)

“Second NDC bukan sekadar laporan, tapi peta jalan yang mencerminkan kesungguhan Indonesia dalam melindungi bumi, memperkuat daya saing ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih adil bagi seluruh rakyat,” ujar Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (20/7).

Sektor energi akan menjadi perhatian utama, mengingat sektor ini menyumbang 55 persen dari total emisi nasional. Pemerintah menargetkan peningkatan bauran energi terbarukan sebesar 27–33 persen pada 2035, serta mempercepat adopsi kendaraan listrik dan program efisiensi energi.

Sementara itu, sektor kehutanan akan tetap berpegang pada strategi FOLU Net Sink 2030, yaitu menjadikan sektor ini sebagai penyerap karbon bersih. Target pengurangan deforestasi juga diperketat, dari sebelumnya 0,918 juta hektare per tahun menjadi di bawah 0,3 juta hektare per tahun.

Di sektor limbah, Indonesia mendorong transisi menuju sistem “Zero Waste, Zero Emission” pada 2050. Sektor pertanian diarahkan untuk semakin adaptif terhadap iklim, melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dan pendekatan berbasis komunitas.

Sektor kelautan tak luput dari perhatian. Pemerintah mulai mengembangkan strategi restorasi padang lamun, terumbu karang, dan pelindungan kawasan pesisir sebagai penyerap karbon biru sekaligus benteng dari ancaman perubahan iklim.

Baca Juga: Bangunan Ramah Lingkungan: Investasi Masa Depan atau Sekadar Tren?

“Second NDC bukan hanya kewajiban internasional, tetapi juga bentuk tanggung jawab Indonesia terhadap masa depan bumi, kesejahteraan rakyat, dan generasi mendatang,” tegas Hanif.

Pemerintah juga memastikan keterlibatan masyarakat melalui Sistem Registri Nasional (SRN), sebuah platform transparan yang memungkinkan publik memantau progres iklim secara terbuka.

Program Kampung Iklim (ProKlim) yang kini menjangkau lebih dari 5.000 desa ditargetkan berkembang hingga 20.000 desa pada 2035, untuk mendorong aksi iklim dari level paling lokal.

“Perubahan iklim tidak mengenal batas wilayah atau status sosial. Kita semua terdampak, dan kita semua bisa berperan. Mari jadikan Second NDC sebagai gerakan bersama,” tutup Hanif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI