Suara.com - Penipuan yang mencatut nama institusi Bea Cukai kian meresahkan masyarakat dengan beragam modus yang terus berkembang. Para pelaku kejahatan siber ini tidak hanya mengincar kerugian materi, tetapi juga lihai memainkan psikologi korban.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto membeberkan bahwa seluruh modus penipuan tersebut berakar pada satu prinsip Utama, yakni mengeksploitasi ketidaktahuan publik.
Menurutnya, para penipu menyamar sebagai petugas untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan memanipulasi calon korbannya.
"Prinsipnya, mereka akan memanipulasi calon korban dengan memanfaatkan ketidakpahaman calon korban terhadap ketentuan yang berlaku," ujarnya saat diwawancarai Suara.com di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Rabu (24/7/2025).
Nirwala merinci empat modus penipuan yang paling sering memakan korban.
Pertama, ia mengemukakan bahwa modus jebakan belanja online atau online shop menempati peringkat teratas dalam daftar penipuan.
Ia mengemukakan bahwa pelaku biasanya menyasar pembeli yang bertransaksi di luar marketplace resmi, seperti melalui media sosial Instagram, Facebook, atau TikTok.
Di platform ini, nomor telepon dan data pribadi pembeli lebih mudah didapatkan oleh penjual palsu.
"Masyarakat nggak bisa membedakan itu online shop yang melalui marketplace dengan yang tidak. Kalau di marketplace kan (penjual) nggak tahu (nomor telepon pembeli)," jelasnya.
Baca Juga: Bos Bea Cukai Bentuk Satgas Perangi Rokok Ilegal
Kemudian, jerat asmara berujung perkara atau love scam. Nirwala mengemukakan bahwa love scam menyerang sisi emosional korban.
Media Sosial
Ia menjelaskan bahwa pelaku akan mempelajari profil target di media sosial, terutama mereka yang berstatus lajang atau sering menunjukkan kegalauan.
Bahkan, dengan foto profil palsu yang menawan, pelaku membangun hubungan intens dan menebar janji manis, termasuk pernikahan.
"Orang kalau lagi jatuh cinta itu paling sulit dikasih tahu," tegasnya, menyoroti kerentanan psikologis korban.
Skenario klasiknya, masih menurut Nirwala, pelaku mengaku dari luar negeri, seperti Turki atau Malaysia, akan berpura-pura mengirimkan barang berharga atau mas kawin.
Kemudian, ia akan menelepon dengan panik, mengabarkan bahwa barangnya tertahan di Bea Cukai dan meminta sejumlah uang untuk menebusnya.
Kerugiannya pun fantastis, bisa mencapai puluhan juta rupiah.
"Teman sekolah saya sendiri, saya yang dimarahi (saat menasihati). Dia (rugi) nggak kurang dari Rp50 juta hingga Rp60 juta," ungkapnya sebagai contoh nyata.
Barang Sitaan
Kemudian motif lainnya, yakni lelang barang sitaan fiktif.
Ia mengemukakan bahwa modus ini mengincar korban dengan tawaran barang-barang sitaan Bea Cukai—seperti gadget, kendaraan, atau barang mewah—dengan harga yang sangat miring.
Untuk meyakinkan korban, penipu seringkali mengklaim memiliki 'orang dalam' yang bisa mengatur kemenangan lelang.
Faktanya, jelas Nirwala, mekanisme lelang barang milik negara (termasuk sitaan Bea Cukai) dilakukan secara transparan dan terbuka melalui portal resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
"Padahal kalau orang yang mau paham, lelang itu kan sudah dilakukan secara terbuka online, mana ada orang dalam bisa masuk di situ," katanya.
Kemudian yang terakhir, yakni iming-iming titipan uang atau money laundering.
Dalam modus ini, biasanya korban tiba-tiba dihubungi oleh orang tak dikenal yang mengaku ingin menitipkan uang dalam jumlah besar dari luar negeri dan menawarkan komisi yang menggiurkan.
Sama seperti modus lainnya, skenario berujung pada kabar bahwa uang tersebut 'tertahan di Bea Cukai' karena melanggar aturan pembawaan uang tunai. Penipu lantas meminta korban mentransfer sejumlah dana sebagai 'denda' atau 'biaya administrasi'.
"Karena sudah mau dapat titipan uang nanti, terus bagi hasilnya seperti apa, orang sudah nggak berpikir sehat kan seperti itu," jelasnya.
Meski begitu, Nirwala menegaskan bahwa kunci dari semua penipuan tersebut ada pada kelihaian pelaku dalam menciptakan tekanan dan memanipulasi emosi.
Ia mengimbau masyarakat untuk selalu berpikir jernih, tidak mudah panik, dan melakukan verifikasi ke saluran resmi Bea Cukai jika menerima informasi yang mencurigakan.